REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong pemerintah daerah menciptakan kurikulum pendidikan yang inovatif. Hal ini ditujukan dalam rangka mempersiapkan generasi milenial menyambut bonus demografi dan Indonesia Emas 2045 mendatang.
Staf Ahli Bidang Inovasi dan Daya Saing Kemdikbud Ananto Kusuma Seta mengatakan para murid di sekolah saat ini merupakan generasi yang akan memimpin Indonesia ke depannya. Pendidikan yang tepat di bangku sekolah merupakan kunci membentuk generasi yang membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia ke depannya.
Ananto menuturkan penerapan kurikulum di sekolah harus disesuaikan dengan karakter generasi milenial seiring kemajuan zaman. Oleh karenanya kurikulum yang inovatif dan didasarkan pada pola pengalaman menjadi penting diterapkan.
"Kami di Kemendikbud hanya menetapkan kurikulum makro seperti bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika. Yang lain utamanya muatan lokal didesain oleh kabupaten kota untuk TK, SD, SMP dan provinsi untuk SMA. Karenanya pemerintah daerah harus inovatif mendesain kurikulumnya masing-masing sesuai kebutuhan," kata Ananto dalam Education Conference yang digelar Yayasan Darul Hikam di Hotel El Royale, Kota Bandung, Rabu (14/3).
Menurutnya desain kurikulum muatan lokal merupakan sepenuhnya kewenangan Pemda sesuai UU nomor 23 Tahun 2014. Kurikulum yang ditetapkan menjadi acuan aturan bagi sekolah mengimplementasikan.
Ia mengungkapkan Pemda harus bisa melihat kebutuhan masing-masing murid di sekolah daerahnya. Materi-materi muatan lokal harus berdasarkan potensi yang bisa menjadi modal pembentukan keahlian generasi muda ke depannya. Sebab pendidikan di masa lalu berbeda dengan saat ini seiring perkembangan zaman.
Kurikulum di satu daerah, katanya, tidak harus disamaratakan untuk seluruh sekolah atau wilayah. Sebab kebutuhan antara kota, wilayah pegunungan, laut tentu berbeda.
"Sekolah itu jangan seragam, harus berbeda. Misalnya sekolah A dan B di satu kota harusnya berbeda. Masing-masing punya keunikan dan keunggulan sendiri. Antara pinggiran dan kota berbeda. Pinggiran misalnya potensi pertanian sehingga harus banyak diajarkan urusan pertanian. Kota lebih banyak bisnis," tuturnya.
Ia melihat saat ini, Pemda belum terlalu fokus menyiapkan desain kurikulum bagi generasi milenial. Masih terpatok pada kurikulum lama yang menurutnya sudah kurang sesuai dengan karakter anak masa kini.
Ananto pun mendorong tenaga pengajar tidak hanya mengacu pada aturan dan kurikulum yang kaku. Pola mengajar yang turun langsung ke lapangan atau experience base learning dinilainya sangat cocok dengan karakter generasi milenial zaman sekarang yang dinamis.
"Guru harus merdeka," ucapnya.
Dengan peran guru dan lingkungan pendidikan yang optimal, ia pun meyakini Indonesia bisa semakin maju ke depannya. Bonus demografi yang banyak diisi usia produktif bisa dipupuk sejak dini.