Rabu 14 Mar 2018 17:49 WIB

Dosen IAIN Bukittinggi Ini Akhirnya Lapor Ombudsman

Pihak kampus sempat memberikan surat teguran kepada Hayati pada Desember 2017.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Agus Yulianto
Wanita bercadar (ilustrasi)
Foto: Youtube
Wanita bercadar (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Dr Hayati Syafri, dosen perempuan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, memilih untuk melapor kepada Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat terkait kejadian yang menimpanya. Hayati tidak diizinkan pihak kampus untuk mengajar selama semester genap tahun ajaran 2017/2018 ini, karena keputusannya untuk mengenakan cadar.

Rabu (14/3) siang tadi suami dari Hayati, yakni Zulferi, mendatangi Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat untuk menyampaikan laporan terkait kebijakan tentang cadar yang dijalankan IAIN Bukittinggi. Asisten Ombudsman Sumbar, Yunesa Rahman, menyebutkan, pelapor menyayangkan sikap kampus yang tidak memberikan kesempatan mengajar bagi Hayati selama semester ini.

Bahkan, lanjut Yunesa, sanksi yang diterima Hayati hanya disampaikan secara lisan. "Suratnya hanya diperlihatkan dan tidak diberikan salinan dan tidak boleh difoto, dan berlaku surut sejak Februari lalu," katanya.

Hayati sendiri sebenarnya baru mengenakan cadar selama tiga bulan belakangan. Pihak IAIN Bukittinggi sempat memberikan surat teguran kepada Hayati pada Desember 2017 lalu yang isinya meminta Hayati mematuhi kode etik berpakaian bagi dosen, alias kembali ke gaya berbusana sebelumnya.

"Yang dipermasalahkan, beliau tidak diberikan jam mengajar karena menggunakan cadar, hanya dengan surat dekan," katanya.

Suami Hayati, Zulferi, mendatangi Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat dengan membawa fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Hayati, lampiran kronologi laporan, Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan salinan surat teguran yang disampaikan dekan.

Ombudsman RI, lanjut Yunesa, menerima laporan yang disampaikan Zulferi dan akan mempelajarinya. Yunesa juga mengaku, pihaknya menyoroti kebijakan kampus yang mengaitkan antara aturan berpakaian dengan kesempatan untuk mendapat pelayanan akademik.

"Karena dalam surat edaran dekan, disebutkan bahwa yang tidak mematuhinya tidak akan diberikan layanan akademik. Kami cari apa kaitannya," katanya.

Ombudsman RI, ujar Yunesa, merasa bahwa keluhan yang disampaikan Hayati perlu ditanggapi lantaran efeknya tak hanya dirasakan Hayati saja, namun juga mahasiswi di IAIN Bukittinggi yang mengenakan cadar. Menurutnya, Ombudsman RI perlu menelusuri apa kaitan antara aturan berpakaian dengan hak mahasiswi dan dosen untuk mendapat layanan akademik.

"Hubungan antara kode etik berpakaian dengan tidak diberikannya layanan akademik. Kalau itu kewenangan kami, apakah kami akan klarifikasi atau apakah kami investigasi ke Bukittinggi. Ada berbagai macam tindakan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement