REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Menko Polhukam Wiranto soal penundaan pengumuman tersangka dari kalangan calon kepala daerah (cakada) menunjukkan pemerintah tidak menghargai proses penegakan hukum yang dilakukan KPK. Bahkan, pernyataan tersebut justru memunculkan kesan KPK merusak proses pemilihan kepala daerah.
"Ini menggambarkan pesan kuat bahwa tidak menghargai proses penegakan hukum yang dilakukan KPK, yang selama ini sudah sesuai dengan moralitas kewenangan yang dimiliki KPK sebagai lembaga independen," kata mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas kepada Republika, Kamis (15/3).
Wakil ketua KPK periode 2010-2014 ini mengingatkan, mereka yang merampok uang negara untuk kepentingan pribadinya atau untuk membiayai proses politik seperti pilkada merupakan perusak proses demokrasi. Busyro melanjutkan, proses pilkada memang kerap diisi tindakan-tindakan yang kotor secara moral.
Dia menambahkan, apa yang dilakukan KPK terkait cakada yang terindikasi korupsi justru makin memperkuat fakta bahwa masih ada cakada yang merampok uang negara. "Semestinya bisa dia (Wiranto) baca. Sistem, budaya politik, dan proses-prosesnya ini selalu diwarnai dengan proses yang kumuh secara moral sehingga menghadirkan pejabat korup. Itu yang merusak. Jangan dialamatkan ke KPK, seakan justru yang merusak proses pilkada," kata Busyro yang pernah menjadi ketua KPK periode 2010-2011 ini.