Kamis 15 Mar 2018 09:42 WIB

Pengangkatan Bidan Desa Menjadi CPNS Disetujui

Kini sedang disiapkan Kepres untuk pengangkatan status itu

Bidan desa Nurul Indawati (kiri) dan bidan mandiri Rurita (kanan) di Dusun Nampu, Jombang, Jawa Timur.
Foto: Syaiful Arif/Antara
Bidan desa Nurul Indawati (kiri) dan bidan mandiri Rurita (kanan) di Dusun Nampu, Jombang, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan pengangkatan status bidan desa dari pegawai tidak tetap menjadi calon pegawai negeri sipil telah disetujui pemerintah. Kini sedang disiapkan Keputusan Presiden untuk pengangkatan status itu.

"Draf Keppres itu sedang dalam tahapan sinkronisasi di Kementerian Polhukam. Prinsipnya sudah disetujui," kata Moeldoko dalam keterangan yang diperoleh dari Humas Kepala Staf Kepresidenan melalui Sekretariat Kabinet di Jakarta, Rabu.

Mantan Panglima TNI itu baru-baru ini menerima 30 orang perwakilan dari Federasi Organisasi Bidan Desa (Forbides) Indonesia. Dalam pertemuan itu, Ketua Forbides Lilik Dian Eka Sari menyampaikan masih ada 4.153 bidan desa berstatus pegawai tidak tetap (PTT) yang belum diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS).

Jumlah sebanyak itu tidak termasuk di antara 37 ribu bidan desa yang telah diangkat sebagai CPNS karena terkendala administrasi, terutama karena usia mereka di atas 35 tahun.

Lilik berharap 4.153 bidan desa PTT itu bisa segera ditingkatkan statusnya agar tak lagi dikejar-kejar pungutan liar pada setiap perpanjangan kontrak.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengemukakan draf atau rancangan Keputusan Presiden pengangkatan bidan desa yang berstatus PTT menjadi CPNS sudah jadi dan sudah difinalisasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).

Kini draf Keppres itu sedang dalam tahapan sinkronisasi di Kementerian Polhukam sebelum diajukan ke Presiden untuk ditandatangani.

Moeldoko menegaskan pemerintah memberikan respek sangat tinggi kepada bidan desa karena profesi ini sangat terkait dengan kemanusiaan.

Bahkan, katanya, Konvensi Jenewa 1949 yang menekankan perlindungan bagi warga sipil di sekitar zona perang, mencantumkan dengan jelas proteksi bagi para pekerja kesehatan. Pelanggaran terhadap hal itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.

Pemerintah serius menerima berbagai aspirasi dan menaruh rasa hormat pada bidan desa di lapangan.

"Bagaimanapun, ibu-ibu ini bertugas di ujung garis terdepan, di daerah-daerah perbatasan dan terpencil, demi kemanusiaan," kata Moeldoko.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement