REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur penghentian pengambilan air tanah secara ilegal di Jakarta. Ia mengatakan akan membuat aturan baru dalam bentuk peraturan daerah (perda).
"Iya (akan dibuat). (Bentuknya) harus yang paling kuat, perda. Nanti kita lihat," kata Sandiaga di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (15/3).
Menurut Sandiaga, hingga saat ini baru 60 persen warga DKI terlayani kebutuhan air bersih. Sebanyak 40 persen belum mendapatkan fasilitas ini dan sebagian di antaranya mengambil air tanah secara ilegal.
Hal ini menyebabkan penurunan muka air tanah di DKI mencapai 30-60 sentimeter per tahun. Satu-satunya cara yang dianggap dapat menghentikan penurunan muka air tanah adalah menghentikan pengambilan air tanah secara ilegal. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sangat serius dalam mengatasi hal ini.
"Nah ini harus kita buat regulasinya juga," kata dia.
Sandiaga menambahkan keseriusan Pemprov DKI ini mendapatkan pujian dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Mochamad Basoeki Hadimoeljono. Ia menyebut Anies-Sandi merupakan pemimpin pertama yang berani bersikap tegas kepada perusahaan-perusahaan besar yang selama ini tak tersentuh regulasi.
"Dia (Basoeki) pindah ke sini tahun 1993, ini inisiatif yang pertama dan tegasnya bukan hanya tegas ke perumahan tapi juga ke yang besar-besar yang selama ini tidak tersentuh. Jadi bukan seperti pisau hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Ini betul-betul kita enforce, kita laksanakan," kata Sandiaga.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno menegaskan larangan untuk mengambil air tanah secara ilegal di DKI Jakarta. Ia berharap hal ini akan dapat dilakukan dengan program pipanisasi air bersih dan pipanisasi air limbah secara menyeluruh di DKI hingga 2030.