REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyatakan musim kemarau di sebagian wilayah di Tanah Air dimulai pada April 2018. Puncaknya sendiri diprediksi berlangsung mulai Agustus.
"Awal musim kemarau akan dimulai pada akhir April-Juni 2018. Daerah yang pertama memasuki musim kemarau Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Bali," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (15/3).
Ia mengatakan, puncak musim kemarau akan berlangsung pada Agustus dan September 2018. Dwikorita mengatakan, iklim di Indonesia punya tiga pola curah hujan, yaitu tipe monsunal, tipe ekuatorial, dan tipe lokal.
Daerah yang mempunyai tipe hujan monsunal dalam satu tahun mempunyai satu puncak hujan yang umumnya terjadi pada Desember-Januari.
Daerah yang mempunyai tipe hujan ekuatorial dalam satu tahun mempunyai dua puncak musim hujan, yakni puncak musim hujan pertama pada Maret dan puncak musim kedua pada November. Sedangkan tipe lokal mempunyai satu puncak musim hujan yang periodenya kebalikan dari pola monsunal, yaitu pada Agustus.
"Jadi terjadinya musim kemarau tidak merata di semua wilayah dan akan terus meluas hingga Oktober 2018," tambah dia.
Awal musim kemarau yang dimulai di Nusa Tenggara dan Bali pada bulan berikutnya akan meluas ke Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
Saat awal musim kemarau, curah hujan mencapai 150 milimeter per bulan dan terus menurun seiring terjadinya puncak musim kemarau. Pada puncak musim kemarau yang terjadi pada Agustus -September, curah hujan berkisar antara 20-0 milimeter per bulan atau sama sekali tidak ada hujan.
Namun menurut BMKG, kemarau pada 2018 diprakirakan tidak separah musim kemarau pada 2015 karena sampai dengan pertengahan 2018 iklim di Indonesia masih dipengaruhi La Nina lemah, sehingga kemarau tahun ini akan berimplikasi positif pada tanaman palawija dan tanaman semusim yang tidak teralu memerlukan banyak air.