REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Pol Muhammad Tito Karnavian menemukakan, terduga koruptor yang mengembalikan uang kerugian negara bisa saja tidak dikenai pidana selama belum masuk proses hukum. Pengembalian uang kerugian itu dilakukan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan temuannya.
"BPK kan biasanya kalau ada temuan, dia ngasih batas waktu untuk mengembalikan kerugian negara. Kalau sudah dikembalikan kerugiannya, enggak perlu dilakukan dengan proses hukum," ujar Tito dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, Rabu (15/3) lalu.
Jika dugaan tindak pidana korupsi itu sampai pada tangan kepolisian, kemudian penyidik menemukan bukti adanya perbuatan melawan hukum, maka Polri pun tetap memprosesnya."Kalau tidak, enak sekali nanti. Kecuali ya kalau memang angkanya kecil mungkin, sementara biaya penyidikannya besar," kata dia.
Tito mengungkapkan pengalaman ya saat bertugas sebagai Kapolda Papua, dalam penanganan kasus dugaan korupsi. Jarak yang jauh ditambah medan yang sulit ditempuh membuat proses penyidikan memakan biaya yang besar.
Untuk kebutuhan penyitaan barang bukti hingga menghadirkan saksi ke pengadilan membutuhkan biaya ratusan juta rupiah. Sementara kerugian negara akibat perkara pidana yang ditangani tidak melebihi biaya tersebut.
"Dari pada begitu, lebih baik diselesaikan saja dengan cara dia mengembalikan," ujar Tito.
Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono Sukmanto menyatakan, wacana koruptor tidak dipidana setelah mengembalikan uang kerugian negara berasal murni dari buah pemikirannya saat menandatangani MoU dengan Kejaksaan Agung, dan Kementerian Dalam Negeri beberapa waktu lalu terkait APIP.
Menurut dia, jika biaya penyidikan kasus lebih besar dari kerugian dalam kasus itu sendiri maka akan menyebabkan negara rugi. Karena itu, menurut Ari, dalam kasus ini pemidanaan bukan jalan satu-satunya memerangi korupsi. Selain pengembalian uang negara, pelaku menurutnya bisa saja dijatuhi sanksi sosial.
"Dan faktanya juga hari ini OTT, besok ada OTT lagi. Bukan OTT-nya yang dipermasalahkan, tapi perilaku menyimpang itu terus saja terjadi. Sehingga saja berfikir perlu ada pemikiran lain dalam hal penanganan korupsi ini, misalnya dia jadi tukang Saputra atau bagaiman," katanya berkelakar.