REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto terkait permintaan penundaan pengumuman calon kepala daerah yang terindikasi terlibat korupsi menuai respon dari berbagai pihak. Menteri Hukum, dan HAM (Menkumham), Yassona Laoly menilai usulan terkait perlu adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk menunda hal tersebut dirasa tidak perlu.
"Kami mengkaji, sampai saat ini belum terpikirlah menurut saya untuk itu," kata Yassona di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (15/3).
Menurut Yassona, pernyataan Wiranto tersebut sama sekali tidak bermaksud menghalangi kewenangan konstitusi hak institusi lain, melainkan hanya sebuah imbauan agar tidak terjadi kegaduhan.
"Kalau KPK menetapkan langsung ya silakan saja. Kalau sekarang kita mau buat Perppu ya, akan juga tidak fair kepada yang sudah menjadi calon," ucapnya.
Sebelumnya, Wiranto menyebutkan, pemerintah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menunda pengumuman beberapa calon kepala daerah yang dapat ditersangkakan. Menurutnya, pengumuman tersebut akan berpengaruh pada pelaksanaan pemilu dan masuk ke ranah politik.
"Kalau belum ditetapkan sebagai calon atau pasangan calon (paslon), itu silakan saja KPK lakukan langkah-langkag hukum sebagaimana yang sudah dilakukan yang melakukan tindak pidana korupsi," tutur Wiranto dalam konferensi persnya di Kantor Kemenko Polhukam, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (12/3) lalu.
Namun, ia menambahkan, jika seseorang sudah ditetapkan sebagai paslon dan akan menghadapi pilkada serentak, pemerintah meminta hal tersebut ditunda. Wiranto menyebutkan, yang ditunda adalah proses penyelidikan, penyidikan, dan pengajuan seorang cakada sebagai saksi atau tersangka kasua korupsi.
"Karena apa? Akan berpengaruh kepada pelaksanaan pemilu, akan masuk ke ranah politik, akan masuk ke hal-hal yang memengaruhi perolehan suara," ungkapnya.