Kamis 15 Mar 2018 16:58 WIB

Trump Dukung Inggris Usir 23 Diplomat Rusia

Dubes AS menuduh Rusia melakukan kejahatan yang layak diberi peringatan DK PBB.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Presiden AS Donald Trump.
Foto: AP
Presiden AS Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Donald Trump memberi dukungan kepada Perdana Menteri Inggris Theresa May untuk mengusir 23 diplomat Rusia. Trump menegaskan AS memiliki pandangan yang sama dengan Inggris bahwa Rusia berada di balik serangan racun agen syaraf terhadap Sergei Skripal di Salisbury.

"Amerika Serikat berdiri dalam solidaritas dengan sekutu terdekatnya, Inggris. Amerika Serikat berbagi pandangan yang sama dengan Inggris bahwa Rusia bertanggung jawab atas serangan agen syaraf terhadap seorang warga dan putrinya, dan kami mendukung keputusan Inggris untuk mengusir diplomat Rusia sebagai tanggapan yang adil," ujar Gedung Putih dalam sebuah pernyataan resmi

"Tindakan terakhir yang dilakukan oleh Rusia ini sesuai dengan pola perilakunya. Rusia telah mengabaikan peraturan internasional, merongrong kedaulatan dan keamanan negara-negara lain di seluruh dunia, serta berupaya untuk menumbangkan dan mendiskreditkan proses demokrasi Barat," tambah pernyataan itu.

Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley menuduh Rusia telah melakukan kejahatan yang layak diberi peringatan oleh Dewan Keamanan PBB. Haley mendukung upaya Inggris untuk menghukum Moskow karena insiden serangan di Salisbury.

"AS percaya Rusia bertanggung jawab atas serangan terhadap dua orang di Inggris dengan menggunakan racun agen syaraf kelas militer," ujar Haley, dalam sebuah pertemuan mendesak di Dewan Keamanan PBB yang diminta oleh Inggris, Rabu (14/3).

Menurut Haley, kejahatan yang dilakukan Rusia bukan semata-mata serangan biasa. Upaya percobaan pembunuhan Skripal di Salisbury merupakan bagian dari peningkatan penggunaan senjata kimia yang mengkhawatirkan.

"Pejabat Amerika tidak senang jika harus terus-menerus mengkritik Rusia, tetapi tetap harus memperhitungkan tindakannya," jelas Haley.

Namun Prancis dengan tegas menolak menyalahkan Rusia sampai mereka melihat lebih banyak bukti. Meski demikian, Prancis mengaku akan terus memberi dukungan kepada Inggris.

Pada Rabu (14/3), juru bicara pemerintah Prancis Benjamin Griveaux mengatakan terlalu dini bagi Inggris untuk memberikan tindakan pembalasan karena keterlibatan Rusia masih harus diselidiki lebih lanjut. "Sejak awal minggu ini, Inggris telah memberi tahu semua sekutunya secara menyeluruh, dan Prancis khususnya, sangat mungkin Rusia bertanggung jawab atas serangan tersebut," kata dia.

"Solidaritas Prancis terhadap Inggris tidak perlu diragukan lagi. Presiden Emmanuel Macron mengecam sejak Selasa (13/2) serangan kimia di Salisbury tidak dapat diterima, Inggris mendapat dukungan penuh dari Prancis. Kedua pemimpin akan membahas masalah ini lagi pada Kamis (15/3)," ujar pernyataan yang dikeluarkan Istana Elysee.

May memberikan waktu satu hari bagi 23 diplomat Rusia untuk angkat kaki dari Inggris. Pengusiran ini merupakan pengusiran diplomatik dengan jumlah terbesar yang dilakukan Inggris terhadap Rusia sejak Perang Dingin.

Selain mengusir para diplomat, May juga akan membekukan aset Rusia, memangkas komunikasi tingkat tinggi dengan Moskow, membangun kekuatan anti-spionase baru, dan mengisolasi Vladimir Putin di PBB. Ia juga mengatakan tidak akan ada menteri atau keluarga Kerajaan Inggris yang memenuhi undangan Kementerian Luar Negeri Rusia untuk menghadiri Piala Dunia 2018.

Dilansir di The Independent, mantan intelijen Rusia Skripal (66 tahun) dan putrinya, Yulia (33), masih dirawat di rumah sakit karena serangan racun agen syaraf Novichok buatan Rusia. Keduanya ditemukan tak sadarkan diri di sebuah bangku di pusat perbelanjaan Kota Salisbury, Inggris selatan, 4 Maret lalu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement