REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku, kinerja perdagangan Indonesia mengalami perlambatan. Seperti diketahui, neraca dagang pada Februari 2018 mengalami defisit sebesar 116 juta dolar AS.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Februari 2018 mencapai 14,1 miliar dolar AS atau mengalami penurunan sebesar 3,14 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara, nilai impor Februari 2018 mencapai 14,21 miliar dolar AS atau turun 7,16 persen dibandingkan Januari 2018.
"Memang ekspornya kalau dilihat dari bulan ke bulan cenderung melambat. Bulan Februari ke Januari itu negatif. Impornya turun lebih cepat lagi dan itu tidak bagus juga sebenarnya," ujar Darmin di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (15/3).
Selain itu, Darmin juga menyoroti kinerja sektor migas yang justru menyumbangkan defisit sebesar 869,7 juta dolar AS. Hal itu memicu terjadinya defisit neraca dagang, meski pada neraca sektor nonmigas terjadi surplus sebesar 753,7 juta dolar AS.
"Neracanya kalau termasuk migas, juga tidak terlalu baik. Kalau nonmigas saja masih positif," ujar Darmin.
Meski begitu, Darmin enggan berkomentar banyak terkait potensi terjadinya defisit pada Maret 2018. "Belum tahu. Kan kadang-kadang ada juga efek seasonal," ujarnya.
Sementara, Kepala BPS Suhariyanto menilai pemerintah perlu berupaya meningkatkan ekspor ke destinasi nontradisional guna memperbaiki kinerja perdagangan. Selain itu, ujarnya, Indonesia juga perlu meningkatkan nilai tambah dari produk ekspor agar tidak kalah saing dengan negara tetangga.
"Ekspor kita masih terpaku pada produk sumber daya alam dan komoditas. Kita harus melakukan peningkatan nilai tambah karena kalau tidak, kita bisa ketinggalan dengan negara tetangga," ujarnya.