Jumat 16 Mar 2018 07:13 WIB

Sudah Diberi Nomor oleh Pemerintah, UU MD3 Sah

Presiden sudah diwakili Menkum HAM saat menyampaikan pendapat akhir sidang Paripurna.

Rep: Ali Mansyur/ Red: Budi Raharjo
Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan.
Foto: DPR RI
Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Taufik Kurniawan mengibaratkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) seperti sayur tanpa garam. Sebab, hingga batas waktu maksimal 30 hari, UU MD3 berlaku tanpa adanya tanda tangan Presiden Joko Widodo. Bahkan, Presiden Jokowi pun bersikap tidak mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

"Karena sudah diberikan nomor oleh pemerintah, maka UU MD3 itu sudah sah secara konstitusi. Cuma ibarat kan sayur, sayur tanpa garam. Jadi, ya sayur seharusnya kan lezat dihidangkan, tapi hambar rasanya karena kurang tanda tangan presiden," kata Taufik di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (16/3).

Dengan berlakunya UU MD3 tanpa tanda tangan presiden itu, menurutnya satu hal yang harus diperhatikan pemerintah adalah menyangkut sudah diwakilinya Presiden oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dalam menyampaikan pendapat akhir pemerintah pada Sidang Paripurna. Sidang Paripurna Pembahasan Tingkat II UU MD3 pada Senin, 12 Februari 2018 yang lalu.

Lalu, bagaimana jika ada pertanyaan terkait dengan status pidato Menkumham saat pengesahan UU MD3 pada Paripurna Pembahasan Tingkat II itu. Karena pidato itu menyampaikan perwakilan pidato presiden. Artinya presiden sudah memberi mandat kepada Menkumham. "Idealnya, jika pemerintah tidak setuju, tidak perlu memberikan persetujuan atau datang ke paripurna," papar Taufik.

Taufik menambahkan, jika ada pihak yang mengajukan judicial review UU MD3, tidak ada jaminan mengenai kepastian klausul penambahan pimpinan DPR RI dan MPR RI. Untuk itu, pihaknya berusaha menjaga kewibawaan institusi, pemerintah, dan pihak yang ditunjuk partai untuk menjalankan mandat, sebagai konsekuensi dari penambahan unsur pimpinan di DPR RI maupun MPR RI.

Kemudian apabila UU ini diajukan judicial review ke MK, tentunya tidak ada jaminan, apakah ini disetujui atau ditolak. Ketika Pimpinan DPR RI dan MPR RI sudah dilantik ternyata UU ini dibatalkan semua, berarti harus melepaskan jabatannya. Tidak ada yang bisa menjamin juga, apakah judicial review itu akan ditolak, sehingga UU MD3 dapat berlaku.

"Artinya kita berharap, secara konstitusional ini sah, semuanya tinggal tunggu saja, jika ada pihak yang mengajukan judicial review, ucap Politikus Partai Amanat Nasional (PAN)

Taufik juga menyoroti mengenai Pasal 245 ayat (1) UU MD3 terkait hak imunitas Anggota DPR yang menjadi kontroversi, dianggapnya hanya cuplikan yang diambil oleh para pengamat. Pasal tersebut menyebutkan pemanggilan dan permintaan keterangan kepada Anggota DPR RI sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas, harus mendapatkan persetujuan tertulis dari presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

"Kan semuanya tidak berlaku pada tindak pidana khusus. Kan sudah jelas. Tidak ada bedanya," tutup Taufik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement