Jumat 16 Mar 2018 14:20 WIB

Umat Islam di New York: Lindungi Muslim Sri Langka

Sri Lanka bertanggung jawab untuk membawa para pelaku kerusuhan ke pengadilan.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agung Sasongko
Muslim Sri Langka
Foto: Islam.ru
Muslim Sri Langka

REPUBLIKA.CO.ID,  NEW YORK -- Muslim Sri Lanka dan para pendukungnya di New York, Amerika Serikat, menuntut agar organisasi dunia bertindak untuk memastikan bahwa kaum minoritas di Sri Lanka dilindungi. Di samping itu, mereka juga menuntut agar dalang di balik tindakan kekerasan terhadap umat Muslim di negara kepulauan tersebut dibawa ke pengadilan.

Sekitar 250 orang melakukan demonstrasi di depan kantor PBB pada Rabu (14/3) lalu. Aksi protes itu diselenggarakan oleh Asosiasi Muslim Sri Lanka di Amerika Utara (Tasmina). Mereka meminta agar PBB turut campur tangan dan meminta agar pemerintah Sri Lanka bertanggung jawab untuk membawa para pelaku kerusuhan ke pengadilan. Ghazzali Wadood, salah seorang demonstran, mengatakan bahwa kelompok ultra-nasionalis bertanggung jawab atas serangan tersebut.

"Pemerintah harus mengambil tindakan terhadap politisi yang berada di balik serangan tersebut," kata Wadood, dilansir di Gulf Times, Jumat (16/3).

Para pemrotes membawa spanduk yang meminta ibu pertiwi mereka Sri Lanka melindungi mereka, sembari mengecam serangan anti-Muslim. Bagi sejumlah orang yang terlibat dalam aksi demo itu, serangan tersebut adalah tragedi mendalam bagi keluarga mereka yang ada di jarak ribuan kilometer jauhnya. Mereka menceritakan saat-saat mengerikan yang mereka alami dan berbagi rasa trauma melalui telepon dengan keluarga mereka. Saat itu, kerabat mereka tengah dikepung oleh massa selama kerusuhan terjadi.

Rumah orang tua dari Munir Salim, presiden Asosiasi Muslim Sri Lanka di New Jersey, dirusak dan mobilnya dibakar oleh geromobolan yang mengamuk di Welekada Ambalateena dekat distrik Kandy pada 6 Maret lalu. Orang tua dan saudara perempuannya serta lima anaknya dapat bertahan untuk hidup, hanya karena para pelaku kerusuhan tidak dapat mematahkan pintu utama rumahnya.

Namun, mereka membakar lantai dua rumahnya, di mana saudara perempuannya itu tinggali. Saudaranya itu kemudian melarikan diri dengan anak-anaknya dan bertahan bersama orang tuanya.

"Saya merasa tidak berdaya saat berbicara dengan orang tua saya ketika mereka pertama kali mengatakan kepada saya bagaimana mereka melempar batu ke rumah kami dan membakar masjid dan toko-toko di daerah itu," kata Salim.

Para pelaku kerusuhan kemudian pindah untuk sementara waktu dan mencari target lain. Mereka kemudian kembali untuk mengobarkan api yang ditujukan ke rumah dan berbagai properti saat dia memanggil mereka kembali ke rumah.

Sementara itu, Salim mengatakan rumah dua bibinya didekatnya pun diserang dan sepupunya harus membawa ibunya yang lumpuh saat mereka melarikan diri untuk menyelamatkan nyawa mereka. Tragedi yang bermula pada 26 Februari dan berlanjut hingga 10 Maret itu telah menelan dua korban tewas, puluhan orang terluka, ratusan rumah dan tempat usaha hancur, dan beberapa masjid rusak.

Sri Lanka kemudian memberlakukan keadaan darurat dan mengerahkan pasukan untuk meredam kekerasan tersebut. Pemerintah Sri Lanka juga sempat menutup Facebook setelah munculnya ujaran kebencian di media sosial. Namun, Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena mengatakan larangan yang berlaku selama sepekan itu telah dicabut kembali setelah Facebook sepakat untuk meningkatkan upaya untuk menghapus ujaran kebencian yang diunggah di platformnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement