REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- The Just Foundation, sebuah cabang komunitas Islam Al-Habibiyyah di Nigeria, mengimbau penganut agama Islam untuk memimpin perjuangan melawan korupsi di negara Afrika tersebut melalui advokasi dan kepekaan. Direktur Eksekutif yayasan tersebut, Imam Fued Adeyemi, menyerukan hal itu pada pertemuan advokasi perdana dalam proyek yang baru diluncurkan di yayasan, yang bertajuk "Mendorong Akuntabilitas dan Transparansi melalui Intervensi Berbasis Keimanan".
Adeyemi mengatakan, proyek antikorupsi dari yayasan itu diresmikan untuk merancang cara-cara praktik dan menyeluruh dalam menangani korupsi di negara tersebut. Ia mengatakan, yayasan tersebut akan melakukan advokasi dan sensitisasi di luar Abuja, yakni hingga ke Kaduna, Kogi, Osun, dan Lagos, pada tahap pertama. Adeyemi menilai tingginya tingkat korupsi di negara tersebut. Ia mengatakan, korupsi adalah cambuk dari kemajuan dan perkembangan di Nigeria.
"Kami sebagai Muslim perlu memimpin perubahan dalam kampanye antikorupsi. Korupsi telah berpengaruh pada buruknya kondisi pendidikan, kesehatan. dan infrastruktur umum di negara ini. Jadi, semua pihak harus siap melawan untuk mengubah narasi ini," kata Adeyemi, dilansir Nigerian Tribune, Jumat (16/3).
Adeyemi menekankan bahwa korupsi tidak terbatas pada kalangan pemerintah. Karena, menurut dia, organisasi keagamaan juga patut dikritik. Dia mengatakan, the Just Foundation akan berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan, seperti Komisi Kejahatan Ekonomi dan Keuangan (EFCC), Komisi Praktik Korupsi Independen dan Pelanggaran Lainnya yang Terkait (ICPC), sekolah, serta organisasi keagamaan. Kerja sama itu, dikatakannya, dalam rangka menghentikan arus korupsi dan memantau proyek pemerintah di semua tingkat.
Sebelumnya, koordinator EAT-FIn, Rekiya Momoh-Abaji, menyatakan optimisme bahwa proyek tersebut akan terus berupaya mengurangi korupsi di negara ini. Dia menekankan perlunya transparansi, akuntabilitas, dan peraturan hukum untuk mempercepat perkembangan Nigeria.
Sementara itu, Kantor Berita Nigeria (NAN) melaporkan bahwa program tersebut dihadiri oleh ilmuwan Islam, akademisi, organisasi nonpemerintah, dan pejabat pemerintah.