Jumat 16 Mar 2018 20:56 WIB

Polisi Segera Limpahkan Laporan Palsu Penganiayaan Marbut

Polres Garut segera melimpahkan laporan palsu penganiayaan marbut Masjid Pameungpeuk

Kapolres Garut, AKBP Budi Satria Wigunna (kanan) menyerahkan bantuan kepada  YR marbot Masjid Agung Istiqomah Kecamatan Pameungpeuk tersangka kasus laporan palsu di Mapolres Garut.
Foto: dok. Polres Garut
Kapolres Garut, AKBP Budi Satria Wigunna (kanan) menyerahkan bantuan kepada YR marbot Masjid Agung Istiqomah Kecamatan Pameungpeuk tersangka kasus laporan palsu di Mapolres Garut.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepolisian Resor (Polres) Garut segera melimpahkan kasus laporan palsu marbut korban penganiayaan di Masjid Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat, ke Kejaksaan Negeri Garut untuk proses hukum lebih lanjut. Polres Garut telah menindaklanjuti laporan palsu kasus penganiayaan yang menimpa Uyun Ruhiyan.

"Dalam waktu dekat ini secepatnya akan dilimpahkan ke Kejaksaan," kata Kepala Kepolisian Resor Garut AKBP Budi Satria Wiguna kepada wartawan di Garut, Jumat (16/3).

Ia menuturkan, kepolisian sudah menindak lanjuti kasus laporan palsu korban penganiayaan yang dilakukan seorang marbut Masjid Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Uyun Ruhiyan (53) pada 28 Februari 2018. Perkembangan kasusnya, kata dia, masih dalam proses pemeriksaan hukum kepolisian yang selanjutnya akan dilimpahkan penanganan kasusnya ke Kejaksaan Negeri Garut.

"Sampai sekarang masih ditindaklanjuti," katanya.

Sebelumnya, seorang marbut Masjid Pameungpeuk Uyun melaporkan telah menjadi korban penganiayaan oleh beberapa orang tak dikenal sebelum menunaikan Salat Subuh di Masjid Pameungpeuk.

Kepolisian langsung melakukan olah tempat kejadian perkara, dan menggelar rekonstruksi untuk mengetahui kronologis lebih jelas dan mengungkap kebenaran laporan marbut tersebut.

Hasilnya kepolisian menemukan adanya keganjalan dalam laporan tersebut yang akhirnya disimpulkan tidak ada insiden penganiayaan yang menimpa korbannya seorang marbut.

Marbut masjid tersebut akhirnya mengakui langsung kepada kepolisian bahwa laporannya sebagai korban penganiayaan hanya rekayasa untuk tujuan mendapatkan perhatian secara finansial dari pengurus masjid maupun pemerintah.

Marbut tersebut menyampaikan tujuan rekayasa penganiayaan itu bukan untuk meresahkan masyarakat, melainkan hanya ingin mendapatkan perhatian tentang kesejahteraan marbut yang selama ini hanya diberi upah Rp125 ribu per bulan.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement