Sabtu 17 Mar 2018 07:22 WIB

DPRD Desak Pengkajian Solusi Kemacetan di Semarang

Pemkot Semarang segera membuat kajian untuk mencari solusi kemacetan yang kian parah.

Angkutan kota di Semarang.
Foto: ANTARA FOTO/R Rekotomo
Angkutan kota di Semarang.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang meminta pemerintah kota setempat segera membuat kajian untuk mencari solusi kemacetan yang kian parah. "Pertumbuhan kendaraan di Kota Semarang mencapai 12 persen/tahun, sedangkan pertumbuhan jalan hanya 0,9 persen/tahun," kata Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Joko Santoso di Semarang, Jumat (16/3).

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan, penyebab pesatnya pertumbuhan kendaraan, salah satunya karena banyaknya kemudahan proses pembelian kendaraan bermotor dengan uang muka ringan dan sistem kredit. Menurut dia, pemerintah daerah pun seperti tidak berdaya untuk melakukan pengendalian sehingga sekarang ini tercatat ada 1,6 juta unit sepeda motor dan 500 ribu unit mobil di Kota Semarang.

"Semestinya, pemerintah segera membuat kajian mengenai solusi kemacetan. Mumpung belum terlanjur banyak (kendaraan, red.) dan masih bisa dikendalikan. Persoalan kemacetan harus dikaji mendalam," katanya.

Ia mengatakan persoalan kemacetan mesti dilihat dalam banyak aspek, seperti percepatan pengadaan moda transportasi massal yang memadai, strategi rekayasa lalu lintas, dan pengendalian pertumbuhan kendaraan. "Prinsipnya, bagaimana caranya pemerintah memiliki strategi mengatasi kemacetan, misalnya mengoptimalkan penggunaan moda transportasi massal. Bagaimana semakin banyak masyarakat menggunakannya," katanya.

Pertumbuhan kendaraan bermotor di kota-kota besar, termasuk Semarang, kata dia, semakin tidak terkendali, sebab siapa saja bisa dengan mudah membeli motor dengan kredit yang sangat murah. "Bahkan, hanya dengan membayar Rp 500 ribu bisa membawa pulang sepeda motor. Untuk uang mukanya. Ini kan sangat mempengaruhi terjadinya kemacetan di Kota Semarang yang kian parah," katanya.

Namun, kata dia, pengendalian pertumbuhan kendaraan bermotor itu memang tidak mudah karena menjadi kewenangan pemerintah pusat sehingga kebijakan yang diterapkan harus berskala nasional. "Begini saja, misalnya pemerintah berani menentukan kebijakan bahwa uang muka kredit sepeda motor maupun mobil minimal 50 persen dari harga jual. Mungkin itu bisa mengurangi minat beli," katanya. 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement