Sabtu 17 Mar 2018 15:29 WIB

UU Baru AS untuk Taiwan Picu Kemarahan Cina

UU baru mengizinkan pejabat AS melakukan pertemuan di Taiwan dan sebaliknya.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.
Foto: AP Photo/Chiang Ying-ying
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Donald Trump pada Jumat (16/3) telah menandatangani undang-undang (UU) baru yang mengizinkan pejabat AS melakukan pertemuan di Taiwan dan sebaliknya. UU ini memicu kemarahan Cina yang memandang Taiwan sebagai bagian dari negaranya.

Gedung Putih mengatakan, UU yang tidak mengikat ini akan mulai berlaku pada Sabtu (17/3) pagi, bahkan jika Presiden Trump tidak menandatanganinya. Langkah ini tentu menambah ketegangan di antara AS dan Cina.

Sebelumnya, kedua negara telah bersitegang mengenai perdagangan karena Trump telah memberlakukan tarif baru dan meminta Cina mengurangi ketidakseimbangan perdagangannya yang besar dengan AS. Namun di sisi lain, Washington justru memohon kepada Beijing membantu menyelesaikan masalah dengan Korea Utara (Korut).

Pada Jumat (16/3), juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Lu Kang mengatakan Beijing menentang UU tersebut. Ia mendesak AS menghormati kebijakan 'satu Cina' yang menetapkan Taiwan sebagai bagian dari Cina. Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan setelah penandatanganan UU itu, Kedutaan Besar Cina untuk AS mengatakan UU tersebut sangat melanggar prinsip satu Cina yang juga menjadi landasan politik hubungan Cina dan AS.

"Cina sangat tidak puas dengan hal itu dan dengan tegas menentangnya. AS harus berhenti mencoba menjalin hubungan resmi dengan Taiwan atau memperbaiki hubungan dengan Taiwan secara substantif," kata pernyataan itu.

Kementerian Luar Negeri Taiwan mengucapkan terima kasih atas langkah yang dilakukan pemerintahan Trump. Kementerian itu mengatakan pemerintahannya akan terus memperdalam kerja sama dan kemitraan dengan AS di semua tingkat.

AS selama ini tidak memiliki hubungan formal dengan Taiwan. Namun AS diwajibkan oleh UU membantu sistem pertahanan Taiwan dengan memasok persenjataan ke pulau itu.

Douglas Paal, yang bertugas sebagai perwakilan AS untuk Taiwan dari 2002 sampai 2006, mengatakan UU tersebut tidak akan mengubah apa pun secara nyata karena tidak mengikat. Pemerintah AS sudah memiliki wewenang mengizinkan pejabat seniornya mengunjungi Taiwan dan pejabat senior Taiwan untuk mengunjungi AS.

"Mereka tidak melakukan perjalanan semacam ini karena manfaat dalam berhubungan dengan Cina akan lebih besar daripada manfaat dalam berhubungan dengan Taiwan," kata Paal.

UU baru yang disahkan oleh Kongres bulan lalu ini mengizinkan kunjungan pejabat kedua negara di semua tingkat. Pejabat tinggi Taiwan harus diizinkan masuk ke AS syarat hormat untuk bertemu dengan pejabat AS. Sementara pejabat bidang ekonomi dan budaya Taiwan harus didorong untuk melakukan bisnis di AS.

Permusuhan Cina terhadap Taiwan telah meningkat sejak pemilihan Presiden Tsai Ing-wen dari Democratic Progressive Party yang pro-kemerdekaan, pada 2016. Cina curiga Tsai ingin mendorong kemerdekaan formal bagi Taiwan, meskipun Tsai telah mengatakan dia ingin mempertahankan status quo dan berkomitmen untuk menjamin perdamaian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement