Ahad 18 Mar 2018 10:55 WIB

Konflik Diplomatik Inggris-Rusia, Australia di Pihak Inggris

Konflik terjadi setelah mata-mata Rusia diserang agen saraf di tanah Inggris.

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Andri Saubani
Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menyebut uji coba rudal sebagai tindakan provokatif.
Foto: ABC News/Adam Kennedy
Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menyebut uji coba rudal sebagai tindakan provokatif.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Pada Ahad (18/3), Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menegaskan, negaranya berada di pihak Inggris dalam perdebatan sengit antara Inggris dan Rusia. Perdebatan itu muncul setelah mantan mata-mata Rusia diserang agen saraf di tanah Inggris.

Bishop mengatakan, Australia akan mendukung Inggris dalam langkah apa pun. Terutama untuk mengirim inspektur senjata ke Rusia untuk melakukan programnya. Mengingat tanda tangan Rusia pada konvensi senjata kimia pada 1997.

"Di bawah konvensi senjata kimia, satu negara yang mencurigai negara lain memiliki senjata kimia ilegal dapat menginspeksi ini dan Inggris pasti memiliki hak untuk melakukan itu, dan mereka sadar bahwa kami akan mendukung mereka, jika mereka melewati jalan itu," kata Bishop kepada ABC dalam pertemuan puncak ASEAN-Australia di Sydney.

Dia menekankan, situasi ini tidak dapat berlanjut. Menurutnya negara mana pun, terlebih anggota Dewan Keamanan, tidak diperbolehkan menggunakan senjata kimia ilegal. Oleh karena itu Inggris berhak untuk bertindak, termasuk mengusir diplomat Rusia seperti yang telah mereka lakukan.

"Rusia biasanya membalas. Tapi saya telah berkomunikasi terus menerus dengan Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson dan Australia yang pasti mempertimbangkan pilihan lain yang mungkin tersedia," ujarnya.

Perdana Menteri Inggris, Theresa May, mengusir 23 diplomat Rusia, di antara tindakan lain. Setelah mengatakan bahwa negara Rusia harus dipersalahkan atas serangan racun 4 Maret terhadap Sergei Skripal dan putrinya Yulia. Kini keduanya dalam kondisi kritis.

Rusia telah membalas dendam semalam, dengan mengusir diplomat Inggris. Kremlin membantah terlibat dalam serangan tersebut.

Pada pekan lalu, May juga telah berbicara di parlemen Inggris untuk mengutuk Rusia atas serangan tersebut. "Berdasarkan kemampuan ini, dikombinasikan dengan catatan mereka untuk melakukan pembunuhan yang disponsori negara - termasuk terhadap mantan petugas intelijen yang mereka anggap sebagai target yang sah - pemerintah Inggris menyimpulkan bahwa kemungkinan besar Rusia bertanggung jawab atas tindakan sembrono dan tercela ini," katanya.

"Dan hanya ada dua penjelasan yang masuk akal. Entah ini tindakan langsung negara Rusia terhadap negara kita. Atau mungkin, pemerintah Rusia bisa saja kehilangan kendali atas agen saraf kelas militer dan membiarkannya masuk ke tangan orang lain."

Mendukung pernyataan May, Bishop mengatakan bahwa Australia meyakini bahwa Rusia berada di balik serangan tersebut. Atau telah kehilangan kendali terhadap program senjata kimia.

"Rusia adalah pihak dalam konvensi senjata kimia dan di bawah konvensi senjata kimia tersebut, semua senjata kimia seharusnya diumumkan dan tampaknya agen saraf ini belum diumumkan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement