REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Senator Amerika Serikat (AS) meminta dokumen latar belakang Gina Haspel selama berkarir sebagai mata-mata Negeri Paman Sam dibuka. Senat menilai hal tersebut akan menentukan patas atau tidaknya Haspel untuk memimpin CIA.
"Kita tidak boleh sepakat begitu saja saat latar belakang seseorang yang dinominasikan tidak bisa didiskusikan atau tidak bisa dipertangung jawabkan," kata anggota senat partai Demokrat Martin Heinrich, Ahad (18/3).
Heinrich mengatakan, melalui publikasi latar belakang itulah otoritas terkait akan menilai jika Haspel sosok yang tepat, mengingat tingginya tensi dengan Rusia dan ancaman ekstrimisme terhadap negara. Dia melanjutkan, publik juga memiliki hak untuk mengetahui latar belakang seseorang yang akan memimpin lembaga tersebut.
Pengecekan latar belakang dibutuhkan menyusul keterlibatan Haspel dalam sebauh program interogasi tahanan di Thailand. Saat itu, Haspel diketahui ikut serta dalam interogasi dua tersangka, yaitu Abu Zubaydah dan Abd al-Rahim al-Nashiri dengan menggunakan teknik waterboarding.
Abu Zubaydah diinterogasi dengan teknik penyiksaan ini selama 83 kali dalam satu bulan. Dia bahkan harus kehilangan pandangan di salah satu matanya. Rincian terkait peristiwa yang menimpa dua tahanan itu kemudian diungkapkan dalam senat pada 2014 lalu.
Jaksa American Civil Liberties Union Steven Watt mengatakan, Haspel terbukti terlibat jauh dalam program investigasi meski dirinya saat itu hanya berada beberapa bulan difasilitas tersebut. Dia melanjutkan, saat itu Haspel telah menjabat sebagai wakil direktur kontra-terorisme CIA.
Gina Haspel ditunjuk Presiden AS Donald Trump untuk menggantikan Mike Pompeo sebagai Direktur CIA. Ini menyusul posisi Pompeo yang juga ditunjuk Trump untuk mengisi posisi Rex Tillerson sebagai Menteri Luar Negeri AS.
Meski demikian, pencalonan Haspel mendapatkan sejumlah dukungan dari pejabat CIA terdahulu. Mantar Direktur CIA John Brenna mengatakan, aktifitas organisasi intelejen Paman Sam itu tidak semuanya bisa dipublikasikan. Dia mengatakan, program interogasi yang telah dilakukan sudah mendapat persetujuan dari Presiden dan Departemen Kehakiman.
"Dia hanya menjalankan tugas yang diminta agensi, direktur agensi dan negara terhadpa dirinya," kata Mantan Pejabat tinggi CIA lainnya, Michael Hayden.