REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Tasikmalaya mengungkapkan penyalahgunaan obat menjadi sulit dikontrol ketika apotek lebih mengutamakan bisnis. Prinsip bisnis seperti itu memudahkan orang untuk mendapatkan obat yang serupa narkoba.
Kepala BNN Kota Tasik Tuteng Budiman mengatakan Dinas Kesehatan memegang tanggung jawab pengawasan obat di apotek. Untuk mengungkap penyalahgunaan obat, ia melihat ada peran yang bisa dijalankan apotek.
Tuteng mengatakan apotek seharusnya punya data penjualan obat tertentu. Dengan melihat data penjualan, petugas akan lebih mudah mendeteksi transaksi yang mencurigakan.
"Dinkes dapat mendeteksi dengan memantau penjualan yang tidak normal," ujarnya.
Tentunya, diperlukan kerja sama dengan apoteker untuk pengendalian peredaran obat terlarang. Hanya saja, BNN Kota Tasik menganggap pengawasan gabungan antarinstansi menjadi sulit lantaran apotek lebih mengutamakan profit.
"Mereka (pengusaha apotek) orientasinya bisnis," katanya pada wartawan, belum lama ini.
Bahkan, Tuteng mendapat informasi bahwa ada sejumlah apotek yang melayani penjualan obat secara tertutup. Pihak pembeli hanya perlu memberi isyarat dan kemudian obat tertentu yang berpotensi disalahgunakan pun diberikan.
"Ada indikasi apotek jual obat dengan "transaksi bisu", pelanggan tak perlu minta secara lisan," ungkapnya.
Kasus penyalahgunaan obat jenis Seledryl di Alun-Alun Kota Tasik mulai terendus petugas BNN selama sekitar satu setengah bulan terakhir. Temuan itu didapat usai petugas berpatroli di titik-titik keramaian pada akhir pekan.
"Temuan ini didapat dari sering keliling Alun-Alun, jalan KH Zaenal Mustofa saat malam minggu, kami dapat obat plus miras. Kadang ada saja diminum empat butir langsung plus pakai miras, dicampur," ujarnya.
Seledryl sejatinya digunakan untuk meredakanbatuk. Penggunaannya sebanyak tiga kali sehari. Efek tenang terdapat dalam Seledryl agar penderita batuk bisa istirahat.