REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Aparat Direktorat ReserseKriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah meringkus sindikat pengemudi taksi daring, yang selama ini mengeruk keuntungan dari praktik order fiktif atau opik.
Polisi menangkap seorang peretas yang memiliki kemampuan memanipulasi aplikasi. Selain itu, polisi mengamankan tujuh pengemudi taksi daring yang juga sindikat opik di wilayah Jawa Tengah ini.
"Sindikat tersebut menggunakan modus order fiktif, dengan memanipulasi aplikasi pemesanan untuk memperoleh keuntungan," kata Kasubdit Ekonomi Khusus Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah, AKBP Teddy Fanani, Senin (19/3).
Para pelaku pengemudi taksi daring yang diamankan tersebut jamak beroperasi di wilayah kota Pemalang. Mereka diamankan oleh aparat Kepolisian Resor (Polres) Pemalang.
Atas pengungkapan itu, aparat Subdit Ekonomi Khusus Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah melakukan penelusuran dan akhirnya diamankan TN, seorang peretas yang memiliki peran memanipulasi aplikasi order.
TN memiliki kemampuan memanipulasi aplikasi pemesanan dan penerima pesanan taksi daring. Dari pengungkapan itu, polisi juga mengamankan sebanyak 213 telepon seluler yang diduga digunakan untuk menjalankan praktik ilegal tersebut.
Dalam aksinya, kata Fanani, pelaku menggunakan tiga aplikasi mobile yang dimanipulasi. Aplikasi- aplikasi yang dimanipulasi itu di antaranya aplikasi pemesanan yang dimiliki konsumen serta aplikasi penerima pesanan yang dimiliki oleh pengemudi.
Sehingga para pengemudi membawa beberapa telepon seluler yang digunakan untuk memesan dan menerima pesanan. Dengan aplikasi yang dimanipulasi, para pelaku bisa melakukan order fiktif yang kemudian diterima sendiri.
Dari order fiktif tersebut pelaku memanfaatkan mekanisme perolehan poin, yang harus dibayarkan oleh Grab selaku operator taksi daring kepada mitra kerjanya (pengemudi).Setiap 14 poin yang diperoleh pengemudi, maka ada nominal Rp 350 ribu yang harus dibayarkan oleh Grab sebagai bonus. "Bonus atas poin dari order fiktif inilah yang menyebabkan kerugian bagi Grab selaku operator, " ujarnya.
Tersangka TN, kata Fanani, menjual jasa memanipulasi aplikasi ini kepada para pengemudi taksi daring. Harganya berkisar Rp 250 ribu sampai Rp 300 ribu untuk tiap aplikasi.
Namun, tersangka TN biasa menjual satu paket telepon seluler sekaligus berisi aplikasi yang sudah dimanipulasinya, dengan harga jual yang bervariasi. "Para tersangka selanjutnya dijerat dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik(ITE), " ujarnya.
Head of Public Affairs Grab Indonesia, Tri Sukma Anreianno mengatakan, Grab Indonesia telah meluncurkan program berskala nasional Grab Lawan Opik untuk memberantas cyber crime bersama dengan aparat kepolisian serta mitra pengemudi.
Program yang diluncurkan awal tahun ini telah membuahkan hasil dengan diungkapnya sindikat opik seperti oleh aparat Polresta Surabaya pada 7 Februari 2018, Polda Sumatera Utara (22 Februari 2018), dan saat ini oleh aparat Polda Jawa Tengah.
Ia juga berharap, dukungan mitra pengemudi Grab terhadap program Grab lawan Opik akan berlanjut ke kota-kota lain yang menjadi lokasi operasional Grab. Sehingga praktik ilegal tersebut dapat ditindak oleh aparat kepolisian.