REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Pesawat tanpa awak berbahan bakar sinar matahari akan memeriahkan peringatan puncak kulminasi matahari di kawasan Tugu Khatulistiwa, Rabu (21/3). CEO Borneo Skycam, Toni Eko Kurniawan di Pontianak, Senin (19/3) mengatakan, pesawat tanpa awak tersebut akan merekam aktivitas peringatan titik kulminasi matahari di kawasan Tugu Khatulistiwa Pontianak dengan tema 'Membelah Langit Khatulistiwa'.
Penerbangan pesawat bernama OPIOR-1603 yang dikembangkan Borneo Skycam bersama Creative Robotic School tersebut, dapat disaksikan lewat live streaming di channel YouTube Borneo Skycam.
Ia menambahkan, untuk memberikan tayangan visual yang bisa disaksikan lewat YouTube secara langsung, pesawat ini dilengkapi kamera yang dapat dipantau pada groud controll station secara real time. Toni mengatakan, sejatinya pesawat bisa untuk kepentingan militer, seperti pemantauan batas negara atau digunakan untuk pengambilan data peta.
"Untuk sementara pesawat ini kami gunakan sendiri untuk kebutuhan pengambilan data peta yang bisa memantau wilayah sekitar 1.000 hingga 3.000 hektare per terbang," katanya.
Sementara itu, peristiwa titik kulminasi terjadi dua kali setahun. Yakni pada 21 hingga 23 Maret serta 21 hingga 23 September. Kegiatan ini telah menjadi agenda tahunan Kota Pontianak guna menarik kedatangan wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Peristiwa titik kulminasi matahari merupakan fenomena alam ketika matahari tepat berada digaris khatulistiwa. Pada saat itu posisi matahari akan tepat berada di atas kepala sehingga menghilangkan semua bayangan benda-benda di permukaan bumi terutama di kawasan Tugu Khatulistiwa.
Kulminasi matahari berada tegak lurus di atas kepala manusia, yakni pada tanggal 21 hingga 23 Maret pukul 11.50 WIB, dan tanggal 21 hingga 23 September jam pukul 11.38 WIB di Tugu Khatulistiwa Pontianak. Kulminasi matahari merupakan peristiwa alam yang hanya terjadi di lima negara. Antara lain di Indonesia, tepatnya di Pontianak. Keempat negara lain, masing-masing Afrika, yaitu Gabon, Zaire, Uganda, Kenya dan Somalia.
Di Amerika Latin, garis itu juga melintasi empat negara yaitu, Equador, Peru, Columbia dan Brasil. Dari semua kota atau negara yang dilewati tersebut, hanya ada satu di dunia ini yang dibelah atau dilintasi secara persis oleh garis khatulistiwa, yaitu Kota Pontianak. Hal itu menjadi ciri khusus. Karena itulah Kota Pontianak juga dikenal dengan sebutan Kota Khatulistiwa.