REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tengah mengkaji pembentukan Bank Syariah dengan status Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pengkajian tersebut masuk dalam peta jalan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).
Staf Ahli Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Pungky Sumadi, mengatakan dalam 10 tahun ke belakang aset perbankan syariah naik sekitar 11 kali. Sedangkan aset industri keuangan nonbank (IKNB) naik dua kali lipat. Namun, pangsa pasar (perbankan syariah tidak maju-maju, stagnan di angka lima persen. Sedangkan pangsa pasar industri keuangan syariah saat ini sebesar 8,1 persen.
"Tantangan perbankan syariah, kita belum punya bank syariah skala besar," kata Pungky dalam acara Seminar Islamic Ekonomics & Finance : Present and Future, di Kantor Pusat Maybank Indonesia, Senayan, Jakarta, Senin (19/3).
Pungky menjelaskan, bank syariah yang ada saat ini adalah anak usaha dari bank-bank BUMN. Secara hukum tidak bisa dikategorikan bank BUMN karena uangnya bukan dari kantong Menteri Keuangan. "Kita mau mencoba supaya ada yang bagian dananya bagian modalnya juga berasal dari pemerintah. Ini lagi kita pikirkan Bank BUMN Syariah," ungkapnya.
Menurutnya, sejumlah opsi tengah dikaji oleh Kementerian BUMN. Penggabungan atau merger menjadi salah satu kemungkinan. Namun, masih ada kemungkinan lainnya. "Arahnya adalah membentuk suatu bank syariah yang besar. Di roadmap KNKS tidak dibatasi waktu. Karena kompleksitasnya tidak bisa diabaikan, karena tidak mudah," ujarnya.
Di sisi lain, masih banyak tantangan untuk membentuk Bank BUMN Syariah. Tantangan terbesar dari sisi permodalan. Pemerintah tidak memiliki dana menganggur yang bisa dipakai apa saja. "Nah apakah membentuk bank BUMN syariah dari uang APBN menjadi prioritas nasional, kan tidak. Banyak hal yang harus dipikirkan," ujarnya.
Meski demikian, dari sisi tingkat inklusi perbankan syariah dinilai tidak rendah. Sebab, jumlah nasabah bank syariah di Indonesia sekitar 23 juta atau hampir sama dengan penduduk Malaysia. Masalahnya, kata dia, perbankan syariah di Indonesia banyak bekerja di sektor ritel. "Misalnya perusahaan besar mau beli pesawat terbang pinjam bank syariah tidak bisa karena perbankan syariah asetnya masih kecil. Contoh lainnya, PLN punya belanja modal Rp 40 triliun mau pakai pinjaman bank syariah tidak bisa karena masih kecil asetnya," ujarnya.
Sementara itu, dari sisi prospek ekonomi syariah, Pungky memandang dari kondisi yang ada, tahun ini akan berjalan baik. Namun masih perlu dorongan kuat untuk mengembangkan ekonomi syariah.
Baru-baru ini, Bappenas bertemu dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk membahas mengenai pendataan ekonomi syariah. Salah satunya bagaimana mengukur PDB syariah. Berbagai faktor seperti halal dan haram, sampai sistem produksi dinilai perlu ditinjau kembali.