REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Sejumlah anggota DPRD Nusa Tenggara Timur melayangkan protes kepada KPU setempat. Karena masih memasukkan anak-anak TK dan SD sebagai peserta pilkada 2018.
"Anak-anak saya yang masih duduk dibangku TK dan SD pun masuk dalam daftar pemilih. Ini persoalan besar yang harus segera dibenahi oleh KPU," kata Hamdan Saleh Batjo, anggota DPRD NTT dari Fraksi Hanura di Kupang, Senin (19/3).
Ia mengemukakan persoalan tersebut dalam rapat gabungan komisi bersama pemerintah, KPU serta Bawaslu Nusa Tenggara Timur di Gedung DPRD NTT di Kupang. Ia menyebutkan ada sembilan anggota keluarga yang tinggal di rumahnya, namun yang berhak untuk memilih dalam Pilkada 2018 justru tidak didaftar, melainkan anak-anaknya yang masih berusia TK dan SD.
"Ini membahayakan, anak saya SD kelas I didaftarkan sebagai peserta pemilih, sementara ipar saya yang sudah kuliah tidak masuk dalam daftar pemilih," katanya mencontohkan.
Hamdan menilai ada unsur kesengajaan yang dilakukan petugas penyelenggara Pilkada di lapangan sebagai akibat dari masih banyaknya pemilih yang belum didaftar akibat belum memiliki KTP-el. Ketua Komisi II DPRD NTT Yucundianus Lepa juga mengemukakan dalam Pilkada Kota Kupang 2017, semua anggota keluarganya tercatat sebagai daftar pemilih namun yang mendapatkan surat panggilan ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) hanya dua orang.
"Saya sendiri kesulitan masuk ke TPS, akhirnya setelah semuanya pulang, saya bawa semua data Kartu Keluarga ke TPS baru bisa memilih," kata politisi dari Fraksi PKB itu.
Untuk itu, ia meminta KPU selaku penyelenggara Pilkada agar melibatkan berbagai unsur pemerintah hingga ke tingkat paling bawah untuk memastikan semua masyarakat yang memiliki hak pilih bisa memilih dengan mudah dan lancar.
"Kan ada Ketua RT/RW di sana yang juga tahu warga-warganya, tapi dipersulit dan harus koordinasi lagi dengan Dinas Kependudukan dengan membawa pula dokumen kartu keluarga dan sebagainya," katanya.