REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Pandjaitan memastikan saat ini Indonesia sama sekali tidak kekurangan garam pangan. Dia mengakui Indonesia memang kekurangan garam industri untuk saat ini.
Untuk itu mengenai impor garam industri, Luhut menegaskan akan ada pemantauan dari pemerintah. "Nah garam industri ini kita kontrol impornya sampai nanti tahun 2021," kata Luhut di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Senin (19/3).
Setalah itu, Luhut mengharapkan seharusnya Indonesia tidak perlu lagi melakukan impor garam. Sebab, lanjut Luhut, saat ini Indonesia sedang dalam proses untuk pembangunan industri garam untuk prospek selanjutnya.
Luhut mengatakan untuk impor garam, hal tersebut sedang diatur oleh Kementerian Perindustrian. "Kemenperin kan tahu, pabrik ini yang mana kurangmu berapa kan dia yang data. Kalau bohong, tahun depan kau kena pinalti, simple saja," kata Luhut.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan garam sebagai komoditas strategis, juga dapat mendukung rantai pasok dan meningkatkan nilai tambah sejumlah industri dalam negeri. Dengan begitu, menurutnya sama pentingnya dengan bahan baku lainnya seperti baja dan produk petrokimia.
Penggunaan garam ini sangat luas, antara lain di industri kimia, aneka pangandan minuman, farmasi dan kosmetika, hingga pengeboran minyak. "Bahkan, tanpa garam, industri kertas tidak berproduksi, dan kontak lensa tidak bisa jadi," kata Airlangga dalam pernyataan tertulisnya, Ahad (18/3).
Airlangga mengatakan sektor manufaktur yang membutuhkan garam industri sebagai bahan bakunya tersebut, telah beroperasi cukup lama di Indonesia. Beberapa diantaranya sudah ada yang mencapai puluhan tahun, sehingga pemerintah terus mendorong kontinuitas produksi industri nasional.
Airlangga menjelaskan, kualitas garam yang digunakan oleh industri tidak hanya terbatas pada kandungan natrium klorida (NaCl) yang tinggi, yakni minimal 97 persen. "Masih ada kandungan lainnya yang harus diperhatikan seperti Kalsium dan Magnesium dengan maksimal 600 ppm serta kadar air yang rendah" ungkap Airlangga.
Standar kualitas tersebut yang dibutuhkan industri aneka pangan dan industri soda kostik. Sedangkan garam yang digunakan oleh industri farmasi untuk memproduksi infus dan cairan pembersih darah, harus mengandung NaCl 99,9 persen.
"Jadi, pemerintah mengimpor garam untuk kebutuhan bahan baku industri-industri tersebut. Sedangkan untuk garam konsumsi, masih akan dipenuhi oleh industri garam nasional," kata Airlangga.