REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi mengecam hukuman mati yang dilakukan pemerintah Arab Saudi kepada tenaga kerja Indonesia, Muhammad Zaini Misrin. Aparat keamanan di Saudi dipandang melakukan hukuman tanpa memberikan informasi terlebih dahulu kepada pemerintah Indonesia.
"Ya tadi seperti yang disampaikan bahwa eksekusi ini tidak dilakukan sebagaimana mestinya, biasanya ada informasi yang mendahului bahwa ada eksekusi itu," kata Johan di Istana Negara, Selasa (20/3). Johan mengatakan, Preiden Joko Widodo (Jokowi) juga sudah melakukan koordinasi dengan Menteri Luar Negeri untuk mempertanyakan mengenai eksekusi ini kepada Arab Saudi. Pemerintah Indonesia sudah pasti akan menindaklanjuti persoalan ini agar tidak kembali menimpa TKI lain yang ada di negara tersebut.
Berdasarkan data dari Migrant CARE, di Arab Saudi sudah ada dua TKI yang mendapatkan vonis hukuman mati. Sedangkan 19 TKI lain tengah menjalani proses hukum dan bisa jadi mereka pun mendapatkan hukuman serupa jika tidak mendapatkan pendampingan secara baik.
Untuk menjaga agar TKI di Arab mendapatkan perlakukan yang baik, Jokowi mengintruksikan agar KBRI di Jeddah bisa menyediakan penasihat hukum atau pengacara guna mendampingi TKI yang sedang menjalani proses hukum. "Itu pasti sudah ditindaklanjuti oleh Kementerian Luar Negeri melalui Kedutaan Besar di Arab Saudi," lanjut Johan.
Meski kejadian hukuman mati ini bukan yang pertama kali dilakukan pemerintah Arab Saudi kepada tenaga kerja dari Indonesia, Johan menyebut hal ini belum tentu membuat hubungan antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi renggang.
Sebelumnya, Ketua Pusat Studi Imigrasi Anis Hidayah mengatakan bahwa eksekusi mati pemerintah Arab Saudi yang dilakukan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI), Muhammad Zaini Misrin, melanggar hak asasi manusia. Sebab dalam kejadian ini pemerintah Indonesia sebenarnya tengah mengajukan peninjauan kembali (PK) atas hukuman yang diberikan kepada Zaini.
Anis menjelaskan, berdasarkan sumber yang didapat dalam proses hukum yang dijalani Zaini, terdapat tiga penterjemah yang mendampingi. Salah satu penterjemah, Abdu Aziz tidak ingin mendatangi berita acara pemeriksaan (BAP) karena dalam proses yang dijalani Zaini, apa yang disampaikan yang bersangkutan tidak sesuai dengan apa yang diterjemahkan oleh dua penerjemah lainnya. Zaini pun dipaksa untuk mengakui telah membunuh majikannya. "Nah ini yang oleh pemerintah Indonesia dijadikan bukti baru di mana penerjemah yang bersangkutan mau menjadi saksi dalam proses PK," kata Anis dalam konferensi pers di kantor Migrant CARE, Senin (19/3).