REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siapa tidak mengenal Imam al-Bukhari? Ulama dan cendekiawan itu telah memberikan pencerahan kepada umat Muslim maupun dunia, lewat ilmu fikih dan kitab hadisnya yang termasyhur.
Imam al-Bukhari berasal dari Bukhara, Uzbekistan. Ini adalah wilayah di Asia Tengah, yang pernah menjadi bagian dari negara Uni Soviet. Apabila merunut ke belakang, sejatinya tidak hanya kiprah ulama besar itu yang menjadi bukti kejayaan Islam di Rusia pada masa lampau, tapi juga berbagai peninggalan lain, terutama di Bukhara dan Samarkand.
Itulah dua pusat perkembangan Islam, terutama di kawasan Asia Tengah, antara abad ke-10 dan ke-12. Sejumlah bangunan masjid dengan menara nan indah, karya-karya dari ulama dan ahli agama terkemuka, kiprah madrasah dan sekolah Islam, geliat sektor ekonomi, pun pernah hadir di sini.
Sejarah kawasan ini cukup panjang. Dimulai ketika Alexander Agung pada tahun 329 SM, berhasil mengalahkan Raja Spitamenes, pimpinan bangsa Soghidian yang mendiami wilayah Marakand (Samarkand di era modern), dalam ekspedisinya ke India.
Lantas berabad-abad kemudian, datanglah pasukan Arab pada abad ke-7 yang juga sukses menancapkan pengaruh di wilayah ini. Mereka pun berhasil mengajak penduduk setempat memeluk Islam, sekaligus menanamkan aspek sosial budaya, seni, dan pengetahuan Islam.
Etnis Turki dan Arab juga banyak berdatangan ke kawasan ini, yang secara perlahan, bersama penduduk lokal beralih memeluk Islam. Tapi, tak lama kemudian bangsa Cina menyerbu Farghana pada 745 dan menetap sampai tahun 751, sebelum dikalahkan panglima perang Islam, Ziyad ibn Saleh.
Akan tetapi, tahun 1220, Genghis Khan dan pasukan Mongolnya menginvasi Asia Tengah serta menduduki Samarkand, Bukhara, dan Urgens. Mereka menghancurkan banyak bangunan Islam, termasuk istana yang dibangun Khalifah Harun al-Rasyid di Tus dan makam Sultan Sanjar di Merv.
Kendati di bawah tekanan, Islam mampu bertahan pada masa kepemimpinan Timur Lenk, seorang Muslim yang merupakan keturunan Genghis Khan. Dia berkuasa di tahun 1370 dengan wilayah meliputi Samarkand, kawasan barat Moskow, hingga timur Sungai Ganges.
Bahkan, setelah kematian Timur Lenk, Samarkand yang kemudian dikuasai Ulug Beg tetap bisa berkembang pesat. Kota ini akhirnya menjadi salah satu pusat budaya dan pendidikan Islam. Masjid-masjid agung didirikan di kawasan Asia Tengah ini, misalnya Masjid Haja Ahror di pinggir kota Samarkand, seperti juga 13 masjid lain di Tashkent.
Adapun di Bukhara, madrasah Mir-i-Arab menyediakan sarana pendidikan Islam tingkat menengah dengan mengajarkan Alquran dan hadis, bahasa Arab, serta ilmu pengetahuan umum (matematika, kedokteran, dan lainnya).
Namun, seiring perjalanan waktu, banyak dari bangunan penting ini roboh ataupun rusak, baik oleh penghancuran maupun bencana alam. Namun, saat ini telah ada upaya untuk merenovasi sebagian peninggalan bersejarah tadi.
Di Tashkent, Samarkand, Bukhara, dan Khiva, pemerintah setempat telah memperbaiki tembok-tembok masjid yang termakan usia, memperkuat fondasi menara masjid, mengganti keramik yang hilang, serta melapis ulang kubah masjid.
Pengerjaan konstruksi terbanyak mungkin dilakukan di Samarkand, utamanya sebelum tahun 1970 ketika memperingati hari jadi kota yang ke-2.500. Saat itu, bangunan Gur-i-Mir peninggalan Timur Lenk pada abad ke-14 direnovasi dan interiornya diganti baru.
Bangunan peninggalan Islam lainnya di Samarkand adalah Shah-i-Zinda yang berada di kompleks 16 bangunan. Konon, Qasim ibn Abbas, sepupu Rasulullah SAW, dimakamkan di sini. Bangunan ini juga telah direstorasi.