Rabu 21 Mar 2018 18:00 WIB

Menkominfo akan Surati Facebook Terkait Penyalahgunaan Data

Data profil pengguna Facebook dimanfaatkan untuk pemilu presiden AS.

Red: Nur Aini
Facebook
Foto: EPA
Facebook

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara akan menyurati platform media sosial Facebook untuk meminta keterangan mengenai penyalahgunaan data pengguna oleh perusahaan analisis data pada pemilu di AS.

"Belum ada laporan, tetapi kami akan coba koordinasikan dengan Facebook sesegera mungkin mengenai hal ini untuk menjadi perhatian Facebook," ujar dia ditemui usai menjadi pembicara di Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta, Rabu (21/3).

Dia memastikan hal tersebut tidak terjadi di Indonesia. Secara logika, kata dia, tidak mungkin data pengguna Facebook di Indonesia juga dibobol karena tidak ada kaitan dengan pemilu presiden AS.

Rudiantara menyebut skandal penyalahgunaan data pengguna Facebook tersebut merupakan suatu proses politik di negara lain. Sementara itu, menanggapi kemungkinan hal yang sama terjadi di Tanah Air untuk pilkada pada 2018 dan pemilihan presiden pada 2019, menurut dia, para calon hanya memanfaatkan media sosial untuk berkampanye.

"Kalau untuk kampanye, proses politik di Indonesia faktanya caleg saat pilkada melakukannya di media sosial karena paling cepat, kalau untuk voting pemerintah melakukan uji coba baru level desa," ujar dia.

Sebuah perusahaan penganalisis data yang bekerja untuk Tim Sukses Donald Trump pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2016 dan kampanye memenangkan Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa, diketahui telah memanen jutaan profil pengguna Facebook yang menjadi pemilih AS pada Pemilu 2016.

The Guardian menyebut skandal ini sebagai salah satu pembobolan data terbesar perusahaan raksasa IT. Data tersebut dimanfaatkan untuk membuat program software canggih yang bisa memprediksi dan mempengaruhi pilihan orang di kotak suara pemilu.

Seorang whistleblower mengungkapkan kepada surat kabar Inggris The Observer mengenai bagaimana perusahaan bernama Cambridge Analytica memanfaatkan informasi pribadi yang didapat tanpa izin pada awal 2014. Informasi itu untuk membangun sistem yang bisa memprofilkan para pemilih AS sehingga menjadi sasaran iklan politik pribadi tim sukses Trump. Perusahaan tersebut dimiliki miliarder pengelola dana Robert Mercer dan dikepalai mantan penasihat utama Trump bernama Steve Bannon.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement