Kamis 22 Mar 2018 08:43 WIB

Aktivis Ahed Tamimi Dihukum Penjara 8 Bulan oleh Israel

Pengadilan Israel bisa ditawar dan memperlakukan berbeda bagi penduduk Palestina.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Aktivis remaja Palestina Ahed Tamimi di dalam ruang persidangan di penjara militer Ofer dekat Yerusalem, Senin (15/1).
Foto: AP Photo/Mahmoud Illean
Aktivis remaja Palestina Ahed Tamimi di dalam ruang persidangan di penjara militer Ofer dekat Yerusalem, Senin (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BETHLEHEM -- Aktivis remaja Palestina , Ahed Tamimi (17 tahun), dihukum delapan bulan penjara setelah mencapai kesepakatan dengan pengadilan militer Israel.

Dilansir Aljazirah, Kamis (22/3), Ahed ditangkap pada Desember 2017 lalu setelah video dirinya menjadi viral. Dalam video itu, Ahed menampar dan memukul dua tentara Israel di luar rumahnya di Desa Nabi Saleh.

Hukuman itu diumumkan dalam sidang tertutup di pengadilan militer Israel dekat Ramallah. Pengadilan banding militer Israel menolak permintaan Ahed agar proses sidangnya dilakukan secara terbuka.

Pengacara Ahed, Gaby Lasky, mengatakan, Ahed menerima keputusan hakim setelah ia mengaku bersalah atas empat dari 12 dakwaan yang diajukan terhadapnya.

"Delapan dakwaan lain terhadap Tamimi, termasuk contoh-contoh yang menyebutkan pelemparan batu dan hasutan untuk teror dan penusukan, dijatuhkan oleh penuntut," ujar Lasky.

Ia mengatakan, Ahed telah menjalani masa tahanan selama tiga bulan. Itu artinya ia mendekam di penjara selama lima bulan lagi. Ahed juga didenda 1.500 dolar AS.

Ayah Ahed, Bassem Tamimi, mengatakan, dalam persidangan itu, putrinya menyebut tidak ada keadilan di bawah pendudukan dan persidangan itu ilegal. Menurut pernyataan militer Israel, Tamimi mengaku bersalah karena menyerang dua pejabat militer Israel dan melakukan dua tindakan kriminal tambahan.

Ibu Ahed, Nariman, juga ditangkap karena diduga menyiarkan langsung insiden itu di jejaring media sosial Facebook. Sesaat sebelum video itu disebarkan, Ahed diberitahu bahwa pasukan Israel telah menembak wajah sepupunya yang berusia 15 tahun, Mohammad, dengan peluru karet. Pada Januari, Ahed dan Nariman didakwa atas berbagai tuduhan, termasuk serangan yang diperburuk dengan hasutan.

Lasky mengatakan, Nariman juga menerima tawaran pembelaan. Seperti putrinya, dia juga dijatuhi hukuman delapan bulan penjara. Menurut pernyataan militer, Nariman dihukum karena menyebabkan hasutan dan menyerang tentara Israel. Nariman juga didenda 1.700 dolar AS. Keduanya diharapkan bebas pada Juli.

"Begitulah cara pendudukan menghukum kita. Semua keputusan pendudukan itu ilegal dan tidak adil karena pendudukan itu sendiri adalah ilegal," kata Bassem.

Sementara itu, Nour, sepupu Ahed yang berusia 20 tahun yang juga muncul dalam video kontroversial itu, dihukum karena menyerang seorang tentara Israel. Ia telah menyelesaikan masa hukumannya dan didenda 576 dolar AS.

Direktur kelompok hak tawanan Palestina Addameer, Sahar Francis mengatakan, sebagian besar kasus di pengadilan militer Israel menghasilkan tawar-menawar.

"Mereka (Palestina) tidak mempercayai sistem. Semua pengakuan diperoleh setelah penyiksaan, penganiayaan, dan pemaksaan," katanya.

Francis mengatakan, jika seorang warga Palestina akan melanjutkan persidangan, itu akan didasarkan pada pengakuan yang diperoleh melalui pelecehan dan pemaksaan selama interogasi awal.

Menurut Defense for Children International-Palestine (DCIP), dari 297 kasus yang diselesaikan oleh pengacara kelompok antara 2012 dan 2015, sebanyak 295 kasus menghasilkan tawar-menawar.

"Pengadilan militer ini tidak mampu menawarkan pengadilan yang adil di bawah pendudukan (militer) berkepanjangan 50 tahun," kata Francis.

Sementara itu, sebelum dengar pendapat Tamimi pada Rabu, 38 ahli hukum terkemuka dari berbagai negara, termasuk Afrika Selatan, Kanada, Belanda, dan Amerika Serikat, menyerahkan surat kepada komandan militer Israel, Nadav Padan. Mereka menyerukan agar remaja itu dibebaskan.

Para pengacara mencatat bahwa kasusnya mencontohkan pelanggaran rutin Israel terhadap hak-hak anak Palestina dan sistem penahanan militer yang terpisah dan tidak setara di Israel.

Orang-orang Palestina diadili di pengadilan militer Israel dan menghadapi hukuman lebih keras daripada orang Israel yang melakukan kejahatan sama, tetapi diadili di pengadilan sipil. Sistem hukum dua tingkat tersebut memilah berdasarkan ras dan kebangsaan di wilayah-wilayah pendudukan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement