REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson membandingkan Presiden Rusia Vladimir Putin dengan pemimpin Nazi Jerman Adolf Hitler. Ia mengatakan Putin akan menggunakan perhelatan Piala Dunia 2018 untuk kepentingan politik sama seperti yang Hitler lakukan pada Olimpiade 1936.
Perbandingan provokatif itu memicu kemarahan Moskow. Rusia selama ini sering membanggakan kemenangan Uni Soviet atas Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Di hadapan Foreign Affairs Select Committee House of Commons, Johnson mengatakan sangat penting untuk memastikan keamanan para penggemar sepak bola asal Inggris yang melakukan perjalanan ke Rusia untuk menonton Piala Dunia 2018.
"Di seluruh jajaran pemerintahan, kami sedang mempertimbangkan langkah lebih lanjut apa yang perlu kami lakukan untuk membuat Rusia menjamin keamanan para penggemar kami," kata dia.
Ia menyinggung kewajiban Rusia di bawah kontrak dengan FIFA, badan sepak bola internasional, untuk menjaga keamanan semua penggemar yang datang menonton.
Johnson mengatakan, hanya 24 ribu warga Inggris yang telah membeli tiket untuk pertandingan sepak bola itu. Jumlah itu cukup sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penonton asal Inggris saat Piala Dunia 2014 di Brasil sebanyak 94 ribu orang.
Perbandingan antara Putin dengan Hitler sebelumnya telah diucapkan oleh Ian Austin, seorang anggota parlemen oposisi dari Partai Buruh. Ia menyarankan agar Inggris menarik diri dari Piala Dunia 2018, karena khawatir turnamen itu akan digunakan sebagai ajang propaganda oleh Rusia.
"Putin akan memanfaatkannya dengan cara yang sama seperti Hitler memanfaatkan Olimpiade 1936," kata Austin, seperti dilaporkan The New York Times.
Meski mendukung pernyataan Austin, Johnson mengakui tindakan menghalangi atlet Inggris dari ajang olah raga itu tidak akan adil bagi mereka atau penggemar mereka. "Saya pikir itu akan sangat disayangkan oleh mereka," katanya.
Hubungan antara Inggris dan Rusia semakin memburuk setelah terjadi serangan racun agen saraf terhadap mantan mata-mata Rusia Sergey Skripal dan putrinya di Salisbury, Inggris, pada 4 Maret lalu. Inggris menuduh Rusia berada di balik serangan itu.
"Tidak peduli bagaimana tepatnya serangan itu bisa dilakukan, jalurnya, rantai tanggung jawabnya, bagi saya tetap mengarah ke negara Rusia dan mereka yang berada di kepemimpinan," ungkap Johnson.
Baca juga: Perang Kata-Kata Perburuk Hubungan Inggris dan Rusia