REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek KTP-el Setya Novanto mengaku telah mengembalikan uang sebesar Rp 5 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Uang tersebut merupakan pengganti uang yang diberikan Irvanto Hendra Pambudi ke sejumlah anggota DPR RI.
"Melalui persidangan ini, atas kesadaran sendiri melalui istri saya, saya telah melakukan pengembalian uang sebesar Rp 5 miliar ke rekening KPK, saya lakukan itu sebagai pertanggungjawaban saya," ujarnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (22/3).
Setnov menjelaskan, uang tersebut merupakan uang pengganti dari uang yang Irvanto bagi-bagikan ke sejumlah anggota DPR RI. Menurutnya, Irvanto bersedia menjadi kurir karena dijanjikan mendapatkan peran dalam proyek KTP-el oleh Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Saya mengingat, pada akhir 2011, Andi Narogong telah menyampaikan beberapa realisasi yang disampaikan, pertama memberika uang ke beberapa orang dewan," jelas Setnov.
Ia menyebut nama Puan Maharani dan Pramono Anung menerima uang sebesar 500.000 USD dari proyek KTP-el. Uang tersebut diberikan oleh Made Oka Masagung. Setnov mengatakan, dirinya mengetahui hal tersebut setelah Oka dan Andi Agustinus alias Andi Narogong berkunjung ke rumahnya. Mereka memberitahukan kepada Setnov uang dari proyek KTP-el sudah di eksekusi kepada beberapa pihak di DPR RI.
"Oka menyampaikan dia menyerahkan uang ke dewan, saya tanya 'wah untuk siapa?'. Disebutlah, tidak mengurangi rasa hormat, saya minta maaf, waktu itu ada Andi untuk Puan Maharani 500.000 dolar dan Pramono 500.000 dolar," ujar Setnov dalam sidang yang sama.
Pada awalnya, Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu mengaku hanya mendengar nama Puan yang menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP saat itu. Tapi setelah itu Setnov juga mendengar nama Ketua Fraksi Partai Demokrat ketika proyek KTP-el berjalan, Jafar Hafsah, menerima uang.
"Saya tahu waktu pemeriksaan semalam dengan Irvanto," jelasnya.
Dalam kasus ini, Setnov didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1.