REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi PDI Perjuangan di MPR, Ahmad Basarah mengatakan, pernyataan terdakwa kasus dugaan korupsi proyek KTP-el, Setya Novanto (Setnov)yang menyebut ada aliran dana untuk Puan Maharani dan Pramono Anung adalah pernyataan provokatif. Basarah juga menilai Setnov telah bertindak gegabah secara hukum.
"Setya Novanto bukanlah orang yang melihat, mendengar, mengalami sendiri peristiwa tersebut melainkan hanya mendasarkan pada pernyataan orang lain yang juga tersangka dalam kasus korupsi KTP-el," kata Basarah dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (22/3).
Menurutnya, kesaksian Setya Novanto tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti langsung. Sebab, kesaksian yang disampaikan Setnov merupakan kesaksian yang diperoleh dengan mendengar keterangan dari orang lain.
Namun, lanjut Basarah, jika pernyataan Setya Novanto tersebut dikualifikasikan sebagai keterangan terdakwa, maka alat bukti keterangan terdakwa bukanlah alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan juga tidak memiliki kekuatan pembuktian yang menentukan.
"Artinya penuntut umum dan persidangan tetap mempunyai kewajiban membuktikan kesalahan terdakwa dengan alat bukti yang lain. Dengan demikian keterangan terdakwa tidak dapat dianggap sebagai kebenaran materiil tanpa dikuatkan dengan alat bukti yang lain," paparnya.
Selain itu, kredibilitas seseorang yang memberikan keterangan di pengadilan juga sangat mempengaruhi bobot kebenaran keterangan yang diberikan. "Selama ini Setya Novanto adalah orang yang dikategorikan tidak kooperatif dalam menghadapi kasus hukum yang menimpanya," katanya.