Jumat 23 Mar 2018 18:16 WIB

Politikus PAN: KPK Perlu Tindak Lanjuti Pengakuan Setnov

Setnov menyebut Puan Maharani dan Pramono Anung terima aliran dana proyek KTP-el.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto bersiap mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto bersiap mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan terdakwa kasus dugaan korupsi proyek KTP-el, Setya Novanto (Setnov) terkait aliran dana proyek kartu identitas itu memunculkan perdebatan. Mengingat, dua nama yang disebut telah menerima aliran dana korupsi KTP-el adalah elite politikus PDI Perjuangan, yaitu Puan Maharani dan Pramono Anung.

Wasekjen DPP PAN, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu menindaklanjuti pernyataan mantan Ketua Umum Partai Golkar itu. Karena dengan begitu, prinsip semua orang sama di depan hukum benar-benar ditegakkan atau equal before the law. Ini juga, kata Saleh, menjadi bagian dari konsekuensi sebagai negara hukum.

"Saya kita itu perlu ditindaklanjuti oleh KPK," tegas Saleh, saat dihubungi melalui pesan singkat, Jumat (23/3).

Baca: Puan: Saya tidak Pernah Bahas Proyek KTP-El.

Namun demikian, anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI itu berharap apa yang disampaikan Setnov tidak benar. Hal ini sama dengan Setnov yang pada akhirnya mengikuti proses hukum. Menurut Sale, mereka yang disebut-sebut pun boleh saja bila membuktikan bahwa mereka tidak terlibat. Tentu, dirinya mengharapkan Puan dan Pramono itu bersih.

"Khawatir mengganggu kinerja pemerintah. Apalagi saat ini, mereka yang disebut sedang memegang amanah yang sangat strategis di Indonesia," tambahnya.

Selanjutnya, perihal apakah ini bagian dari upaya Novanto menjadi justice collaborator, Saleh menyerahkan kepada aparat penegak hukum. Karena, kata Saleh, para penegak hukum tentu dapat menilai secara baik. Sebab, ada banyak kasus di mana mereka memberikan keutamaan kepada orang tertentu sebagai justice collaborator.

"Kalaupun ada niat itu, saya berharap agar benar-benar ditindaklanjuti secara objektif. Jangan lantas memberikan status justice collaborator sementara fakta dan data yang diterima tidak menyelesaikan dan menuntaskan masalah yang ada," tutup Saleh.

Baca: KPK Pelajari Fakta Persidangan Setnov.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement