REPUBLIKA.CO.ID, BUKITTINGGI -- Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat belum mengeluarkan hasil pemeriksaan atas rektorat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi terkait kebijakan pembatasan cadar di lingkungan akademik. Tim Ombudsman RI mulai turun ke kampus IAIN Bukittinggi pada Kamis (22/3). Pendalaman pemeriksaan bisa dilakukan dalam kurun waktu beberapa hari sejak pemeriksaan awal.
Pelaksana Tugas Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi, telah memintai keterangan sejumlah pimpinan kampus termasuk rektor, dekan, dan wakil dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) serta Kepala Biro IAIN Bukittinggi. Pemeriksaan Ombudsman RI juga diikuti oleh Dewan Kehormatan Dosen IAIN Bukittinggi.
Demi menindaklanjuti laporan Dr Hayati Syafri, seorang dosen IAIN Bukittinggi yang terpaksa libur mengajar karena keputusannya dalam bercadar, Adel dan timnya meminta kelengkapan dokumen atas seluruh kebijakan yang diterbitkan pihak kampus. "Ini masih kami dalami, kami proses dulu. Bila perlu nanti akan ada keterangan tambahan dari rektorat, atau juga konfirmasi kepada Bu Hayati selaku pelapor," kata Adel, Jumat (23/3).
Ombudsman RI, kata Adel, hanya fokus kepada dugaan adanya maladiministrasi dalam proses pemberian sanksi kepada dosen Hayati. Ombudsman RI tidak ingin terlibat dalam berbagai pertimbangan khilafiah mengenai benar-tidaknya pengenaan cadar dalam syariat Islam.
"Sesuai laporan, ada dugaan pelanggaran hak dosen terlebih dia ASN (Aparatur Sipil Negara) berupa pelarangan mengajar. Lalu juga ada kaitannya dengan prosedur penerapan sanksi itu lewat surat teguran," kata Adel.
Hasil pemeriksaan nantinya akan dikeluarkan dalam bentuk Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP). Di dalamnya akan tertuang butir-butir rekomendasi dari Ombudsman RI kepada IAIN Bukittinggi untuk ditindaklanjuti dalam dua bulan atau 60 hari.
"Kalau tidak ditanggapi, bisa saja Ombudsman meneruskan ke Kementerian Agama. Namun yang jelas, ya harus dikaji dulu dari berbagai sisi. Kami juga tidak mau gegabah," kata Adel.
Sementara Kepala Biro IAIN Bukittinggi, Syahrul Wirda, membenarkan kedatangan tim Ombudsman RI di kampusnya untuk melakukan rangkaian pemeriksaan. Ia mengaku, pihak kampus sangat terbuka dan memberi ruang bagi Ombudsman RI untuk memastikan seluruh proses administrasi terkait sanksi bagi dosen Hayati sudah dilakukan sesuai prosedur.
"Ya, untuk klarifikasi prosedural cuma itu. Bukan masalah betul-tidaknya. Tapi masalah pelayanan publik," katanya.
Di sisi lain, kepolisian juga meminta seluruh pihak yang terlibat dalam polemik pembatasan cadar ini menempuh jalur musyawarah agar tidak terjadi konflik berkepanjangan. Kapolres Bukittinggi, AKBP Arly Jembar Jumhana menilai, perlu ada perundingan yang melibatkan unsur pimpinan kampus IAIN Bukittinggi, dosen yang bercadar, mahasiswa, dan tokoh masyarakat termasuk ulama.
"Saya sudah bilang juga ke rektor agar menghormati yang bercadar. Namun, kalau ada aturan tersendiri dari internal kampus harus pula dimaklumi. Ini yang harus dikombinasi. Misal, untuk peningkatan pengamanan. Nah, ini yang harus diluruskan," katanya.