Sabtu 24 Mar 2018 12:06 WIB

Gereja dan Masjid Diminta Doakan Kasus Montara

Lebih dari 100 ribu masyarakat pesisir NTT yang telah kehilangan mata pencaharian.

Sumur minyak Montara yang bocor di Perairan Laut Timor
Foto: Istimewa
Sumur minyak Montara yang bocor di Perairan Laut Timor

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara Ferdi Tanoni meminta, gereja dan masjid untuk berdoa mengakhiri penderitaan rakyat Nusa Tenggara Timur. Sejak 2009, rakyat NTT menjadi korban pencemaran akibat meledaknya anjungan minyak Montara di Laut Timor.

"Para pemimpin agama di Nusa Tenggara Timur dan Australia diminta berdoa untuk mengakhiri penderitaan yang dialami lebih dari 100 ribu masyarakat pesisir NTT yang telah kehilangan mata pencaharian sebagai petani rumput laut dan nelayan," katanya di Kupang, Sabtu.

Tanoni menyampaikan hal tersebut setelah mengirim surat kepada Ketua Sinode GMIT, Presiden Uniting Church Australia, GKS (Gereja Kristen Sumba), Uskup Agung Kupang, Uskup Weetabula, Uskup Atambua, Uskup Larantuka dan Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) NTT.

Surat bernada seruan itu ditembuskan pula kepada Ketua PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia), Ketua KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia), Ketua MUI Pusat, dan Presiden Australian Council of Churches.

Dalam surat tersebut, Tanoni menyampaikan, secara manusia dirinya telah berupaya maksimal sampai pada titik yang tertinggi sehingga meminta gereja dan masjid untuk mendukungnya dalam doa. "Masalah ini telah sampai di meja Presiden Republik Indonesia dan Perdana Menteri Australia, dan mengajukan gugatan terhadap pencemar Laut Timor yang perkaranya sedang berlangsung di Pengadilan Federal Australia di Kota Sydney," ujarnya.

Dia mengatakan, upaya maksimal yang telah dilakukannya itu belum membuahkan sebuah keadilan bagi rakyat korban, sehingga lewat perantaraan doa dari gereja dan masjid, semua rintangan yang membentang diyakini dapat teratasi.

Mantan agen imigrasi Australia itu hanya meminta para pemimpin gereja dan masjid dapat berkenan membawakan 'Suara kebenaran dari perjuangan yang maha berat' ini ke dalam doa melalui mimbar-mimbar gereja dan masjid hingga mendapatkan sebuah keadilan bagi rakyat NTT yang sudah sembilan tahun lamanya menderita itu.

Tanoni yang juga adalah pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat di Laut Timor ini mengatakan, sangatlah wajar jika dirinya mengirimkan surat tersebut kepada para pemimpin gereja dan masjid di NTT maupun di Australia. "Saya bersurat memohon dukungan doa, karena para pemimpin agama di NTT dan Australia selama ini memberikan dukungan terhadap perjuangannya," ujarnya.

"Kita rakyat Indonesia menyembah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa Pencipta Langit dan Bumi bukan menyembah kepada manusia. Saya yakin bahwa apa yang saya lakukan ini sudah benar dan tepat sasaran," tambahnya.

Dirinya berkeyakinan penuh bahwa kebenaran pasti akan menang, kebenaran mungkin bisa dicurangi akan tetapi tidak bisa dikalahkan dengan cara apa pun, karena kebenaran adalah tetap kebenaran dan kecurangan adalah tetap kecurangan meski dibenarkan.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement