Sabtu 24 Mar 2018 19:33 WIB

Mantan Pemimpin Katalunya akan Ditangkap di Finlandia

Spanyol mengeluarkan surat perintah penangkapan internasional terhadapnya

Carles Puigdemont.
Foto: EPA-EFE/JORDI BEDMAR
Carles Puigdemont.

REPUBLIKA.CO.ID, HELSINKI - Mantan pemimpin Katalunya, Carles Puigdemont, akan segera ditangkap oleh pihak berwenang Finlandia setelah Spanyol mengeluarkan surat perintah penangkapan internasional terhadapnya. Jika kembali ke Spanyol, Puigdemont akan menghadapi ancaman hukuman 25 tahun penjara atas tuduhan pemberontakan dan hasutan dalam mengatur referendum kemerdekaan ilegal tahun lalu.

Inspektur Hannu Kautto dari kepolisian Finlandia mengatakan, pemerintahannya telah menerima surat perintah penangkapan itu. Namun Finlandia masih meminta lebih banyak informasi dari Spanyol sebelum mengambil tindakan.

Dalam wawancara dengan stasiun radio Spanyol, Catalunya Radio, pengacara Puigdemont, Jaume Alonso-Cuevillas, mengatakan kliennya akan menyerahkan diri kepada kepolisian.

Puigdemont pergi ke pengasingan di Belgia tahun lalu, tak lama setelah parlemen Katalan mengumumkan deklarasi simbolik kemerdekaan dari Spanyol. Dia mengunjungi Finlandia pada Kamis (22/3) untuk bertemu anggota parlemen dan menghadiri konferensi.

Pada Jumat (23/3), hakim Mahkamah Agung Spanyol Pablo Llarena memutuskan 25 politisi separatis Katalunya, termasuk Puigdemont, akan menghadapi persidangan. Mereka dituduh melakukan pemberontakan, penggelapan, dan ketidakpatuhan terhadap negara.

Lima orang di antaranya telah ditangkap, salah satunya Jordi Turull, sekutu terdekat Puigdemont. Turull dijadwalkan akan kembali menghadapi pemungutan suara kedua di perlemen pada Sabtu (24/3) untuk menjadi presiden regional Katalunya berikutnya.

Dengan adanya keputusan pengadilan Spanyol, pemungutan suara untuk pencalonan Turull tidak dapat dilanjutkan. Juru bicara parlemen Katalan, Roger Torrent, mengatakan ia akan melanjutkan sidang di parlemen dan membuat pernyataan dukungan kepada para pemimpin pro-kemerdekaan Katalunya, meskipun ada perlawanan dari pemerintah pusat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement