Ahad 25 Mar 2018 18:00 WIB

Musyawarah Pembangunan Masjid Sentani Buntu

Saat ini situasi dan keamanan di Sentani kondusif.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Ani Nursalikah
Musyawarah Tokoh Sepakat Bentuk Tim Penyelesaian Masalah Masjid Al Aqsha Sentani (Foto: Kemenag.go.id)
Foto: Foto: Kemenag.go.id
Musyawarah Tokoh Sepakat Bentuk Tim Penyelesaian Masalah Masjid Al Aqsha Sentani (Foto: Kemenag.go.id)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim penyelesaian terkait pembangunan menara Masjid Al Aqsha Sentani hingga hari ini belum mencapai titik kesepakatan. Ketua Persatuan Gereja-Gereja Jayapura Robby Depondoye mengatakan hingga pertemuan terakhir pekan lalu seluruh pihak belum mencapai kesepakatan.

"Musyawarah belum menghasilkan kesepakatan karena pada pertemuan terakhir pekan lalu, perwakilan MUI yang juga sebagai tim penyelesaian masalah menara masjid tidak hadir," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (25/3).

Menurut Robby, perwakilan dari MUI memang berhalangan hadir karena masih berada di luar kota Jayapura. Rapat bersama tim akan dimulai kembali Senin (25/3).

Saat ini situasi dan keamanan di Sentani kondusif. Kegiatan sehari-hari berlangsung seperti biasa. Begitu juga dengan kehidupan keagamaan disana.

Usai pertemuan Rapat Koordinasi Kerukunan Umat Beragama di Jayapura, Senin (19/3) telah disepakati membentuk tim penyelesaian yang terdiri dari Ketua Tim Pdt Alberth Yoku (mantan ketua Sinode Prov. Papua), Ketua PGGJ Robby Depondoye, Ketua MUI KH Saiful Islam Payage, Ketua FKUB Kabupaten Jayapura, Pdt Hosea Taudufu dan anggota MUI Provinsi Papua sekaligus anggota MRP Pokja Agama Tony Wanggai.

Sebelumnya dalam pertemuan tersebut PGGJ meminta pembangunan menara Masjid Al Aqsa dihentikan dan dibongkar serta menurunkan tinggi masjid agar sejajar dengan tinggi gedung gereja yang ada di sekitarnya. Permintaan mereka berlandaskan konferensi yang mereka lakukan pada (18/2) lalu. Mereka meminta bunyi azan yang selama ini diperdengarkan dari pengeras suara kepada khalayak umum harus diarahkan ke dalam masjid.

Selain itu, mereka juga melarang dakwah di seluruh Papua termasuk Jayapura. Mereka juga tidak ingin siswa sekolah negeri menggunakan pakaian seragam bernuansa agama tertentu.

Mereka juga tidak ingin adanya ruang khusus seperti mushala pada fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, pasar, terminal dan kantor pemerintah. Selain itu perumahan KPR BTN tidak boleh dilengkapi dengan masjid atau mushala.

Jika memang sangat membutuhkan rumah ibadah, maka pembangunannya harus mendapat rekomendasi dari PGGJ, pemerintah daerah dan pemilik hak ulayat sesuai dengan peraturan pemerintah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement