REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan sampai terkesan tebang pilih menyusul pernyataan terdakwa kasus dugaan korupsi KTP-elektronik, Serta Novanto, dalam persidangan Kamis (22/3) lalu. KPK harus menindaklanjuti temuan tersebut dengan terus melanjutkan mengungkapkan kasus dugaan korupsi itu.
Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) UGM Hifdzil Alim mengatakan KPK tidak boleh berhenti menelusuri adanya tuduhan keterlibatan politikus PDIP Pramono Anung dan Puan Maharani dalam kasus tersebut, sebagaiamana diungkapkan terdakwa Setya Novanto di persidangan kasus korupsi KTP el. "Dalam hal ini, memeriksa Puan dan Pramono menjadi hal yang mesti dilakukan," ujar dia saat dihubungi, Ahad (25/3).
Baca Juga: Puan dan Pram Disebut Terima Duit KTP-El, Ini Kata PDIP
Ia menilai, justru dengan menindaklanjuti temuan itu sebagai cara untuk membuktikan apakah pernyataan Novanto itu betul atau tidak, atas keterlibatan Puan dan Pramono. Kendati demikian, Hifzil mengingatkan KPK untik tetap berhati-hati dalam memproses penyebutan nama-nama tersebut.
Jangan sampai juga, dia menerangkan, KPK dinilai politis dalam memeriksa pernyataan mantan ketua Umum Golkar itu. "KPK harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan pemeriksaan yang dilakukannya tidak dicap politis. Misalnya, memeriksa semua nama yang diduga menerima uang korupsi KTP-elektronik," ujar Hifdzil.
Sebelumnya, terdakwa kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) Setya Novanto saat sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (22/3) menyebut ada uang hasil korupsi yang juga mengalir kepada dua politikus PDI Perjuangan, yakni Puan Maharani dan Pramono Anung. Menurut Novanto, keduanya masing-masing mendapatkan 500 ribu dollar Amerika Serikat.
Baca: Pramono Anung Bantah Terima Aliran Dana Proyek KTP-El