REPUBLIKA.CO.ID, TALLINN -- Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson mengatakan negara-negara dunia bersatu dengan negaranya dalam menghadapi Rusia. Pernyataannya tersebut berkaitan dengan dugaan keterlibatan Rusia dalam aksi penyerangan Sergei Skripal pada awal Maret lalu.
Williamson mengatakan dukungan untuk Inggris adalah kekalahan bagi Presiden Rusia Vladimir Putin. Menurutnya, saat ini kesabaran dunia terhadap Putin telah menipis.
"Fakta bahwa di seberang aliansi NATO, tepat di seberang Uni Eropa, negara-negara telah berdiri mendukung Inggris.Saya benar-benar berpikir ini adalah respons terbaik yang bisa kami miliki, " kata Williamson di sela-sela kunjungannya ke Estonia pada Senin (26/3).
"Niat mereka (Rusia), tujuan mereka adalah untuk memecah dan apa yang kita lihat adalah dunia bersatu di belakang Inggris dan ini merupakan kemenangan besar serta mengirim pesan yang sangat kuat kepada Kremlin dan Presiden Putin," katanya menambahkan.
Pada Jumat (23/3), negara-negara Uni Eropa sepakat mengambil langkah-langkah hukuman tambahan terhadap Rusia. Kremlin diduga kuat mendalangi aksi penyerangan terhadap Sergei Skripal dan putrinya Yulia di Salisbury, Inggris, awal Maret lalu.
Skripal merupakan seorang pensiunan kolonel yang sempat berdinas di badan intelijen militer luar negeri Rusia(GRU). Pada 2004, Dinas Keamanan Rusia (FSB) menangkapnya karena dituding membocorkan informasi rahasia kepada Badan Intelijen Rahasia Inggris (MI6).
Pada Agustus 2006, pengadilan militer Rusia menjatuhkan hukuman penjara 13 tahun terhadap Skripal. Dalam vonisnya, hakim menyebut Skripal terbukti melakukan pengkhianatan tingkat tinggi dalam bentuk spionase. Semua gelar dan penghargaan yang pernah didapatkannya pun ditarik kembali oleh Rusia.
Empat tahun setelah menjalani hukumannya, pada Juli 2010, Skripal diampuni oleh mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev. Dia kemudian dibebaskan bersama tiga orang lainnya untuk ditukar dengan 10 mata-mata Rusia yang ditangkap FBI.
Pertukaran mata-mata tersebut dilakukan di Bandara Wina, Austria. Setelah pertukaran tersebut, Skripal diberi perlindungan di Inggris. Sejak saat itu, Skripal disebut diberi identitas baru, rumah, dan uang pensiun.
Kemudian pada awal Maret lalu, Skripal dan putrinya yang baru saja tiba dari Rusia, Yulia (33 tahun), ditemukan terkulai tak berdaya di luar pusat perbelanjaan di Salisbury. Keduanya diduga diracun menggunakan agen saraf novichok.
Kejadian tersebut memicu krisis diplomatik antara Inggris dan Rusia. Inggris menuding Rusia menjadi dalang aksi penyerangan Skripal. Salah satu dasar tuduhan itu adalah agen saraf yang digunakan untuk menyerang Skripal, yakni novichok, pernah dikembangkan Uni Soviet pada 1971.
Tuduhan tersebut telah dibantah tegas oleh Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim negaranya tidak lagi memiliki senjata agen saraf tersebut. Semua senjata kimia Rusia, kata Putin, telah dihancurkan di bawah pengawasan organisasi internasional.