REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengapresiasi Ombudsman Perwakilan DKI yang memberikan laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) terkait kebijakan penataan pedagang kaki lima (PKL) di Tanah Abang. Namun, ia mengingatkan Ombudsman DKI tak berhak mengeluarkan rekomendasi.
"Saya apresiasi apa yang sudah dilakukan perwakilan Ombudsman. Diingat-ingat ya, ini perwakilan Ombudsman RI bukan dari Ombudsman," kata dia di kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Selasa (27/3).
Menurutnya, perwakilan Ombudsman tak berhak mengeluarkan rekomendasi. Sebab, hal tersebut menjadi wewenang Ombudsman RI secara kelembagaan. Anies pun mempertanyakan langkah perwakilan Ombudsman DKI yang menyatakan akan mengeluarkan rekomendasi jika LAHP tak ditindaklanjuti.
"Karena itu ada dua hal berbeda. Ini adalah perwakilan, yang memiliki otoritas (memberi rekomendasi) siapa? Ombudsman ini adalah perwakilan DKI," ujar dia.
Anies mengaku menghormati temuan Ombudsman terkait penataan PKL di Jalan Jatibaru, Tanah Abang yang disebut terjadi malaadministrasi. Anies mengaku akan mempelajari rekomendasi Ombudsman secara menyeluruh. Ia juga mengaku senang Ombudsman DKI kembali aktif seperti saat ini.
"Kita akan pelajari dan kita senang bahwa perwakilan akhirnya aktif, akhirnya terlibat karena kita ingin juga Ombudsman jadi perwakilan yang di Jakarta aktif terlibat," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana mengingatkan Ombudsman perwakilan Jakarta Raya terkait keputusan mereka terhadap kebijakan penataan PKL di Tanah Abang. Triwisaksana mengatakan, Ombudsman perwakilan DKI Jakarta tak berhak memberi rekomendasi.
"Ombudsman perwakilan Jakarta itu sebenarnya tidak memiliki kewenangan memberikan rekomendasi. Rekomendasi diberikan Ombudsman sebagai sebuah lembaga, tidak oleh perwakilan," kata dia.
Politikus PKS ini menilai laporan dari Ombudsman DKI terkait penataan PKL Tanah Abang kental aroma subjektifitasnya. DPRD, kata Triwisaksana, akan turut mengawal proses yang dilakukan Ombudsman DKI terkait produk laporan yang dikeluarkan.
Namun, dia mempertanyakan mengapa Ombudsman DKI tak mengambil sikap atas kebijakan pemimpin DKI sebelumnya. Bahkan, di beberapa kasus, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membatalkan kebijakan gubernur dan Ombudsman tak melakukan apapun seperti saat ini.
"Ombudsman kali ini tuh tajam saat ini. Contoh penggusuran Bukit Duri, kemudian reklamasi dan sebagainya," ujar dia.