Selasa 27 Mar 2018 20:57 WIB

Wakil Ketua KPK Belum Lihat Sikap Kooperatif Setnov

Setnov sudah beberapa kali mengusulkan menjadi justice collaborator.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Terdakwa kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (26/3).
Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Terdakwa kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (26/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai terdakwa kasus dugaan korupsi KTP-el Setya Novanto belum cukup kooperatif. Kooperatif atau tidaknya Novanto akan menjadi pertimbangan KPK untuk mengabulkan pengajuan justice collabolator

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan Novanto sudah beberapa kali mengusulkan  menjadi justice collabolator dan akan bersedia untuk memberikan informasi kepada KPK. “Akan tetapi, sampai dengan hari ini saya sih belum pernah melihat kooperatif beliau," kata dia di Jakarta, Selasa (27/3).

Baca Juga: Setnov Mohon Permintaan Jadi Justice Collaborator Dikabulkan

Novanto dapat menjadi justice collaborator kalau memenuhi syarat yang ada dalam peraturan Mahkamah Agung. Syarat justice collaborator  yakni mengakui kejahatan yang dilakukannya, dan memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.

Hal tersebut dibuktikan dengan memberikan keterangan dan bukti yang dapat mengungkap kasus dan pelaku lainnya. "Jadi, kalau memenuhi syarat-syarat akan dipertimbangkan,” ujar Laode. 

Laode juga menerangkan informasi yang diberikan Novanto bukan hal baru dan berharga. “Akan tetapi, terus terang sampai hari ini informasi yang diberikan oleh yang bersangkutan itu tidak ada informasi baru yang berharga," ujar dia. 

photo
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif.

Menurut Laode, informasi yang diberikan Novanto dalam persidangan beberapa waktu lalu merupakan suatu informasi yang amat awal. Novanto pun menyebutkan keterangannya berdasarkan pernyataan orang lain. 

Laode menilai, pernyataan yang sangat awal itu belum cukup untuk dijadikan alat bukti untuk menjerat seseorang. "Itu tidak bisa dijadikan alat hukum untuk menjerat satu orang. (Itu) belum cukup," tutur Laode.

Baca Juga: Setnov Mau Ajukan Justice Collaborator, Ini Syarat dari KPK

Sebelumnya, pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Novanto menyebut nama Puan Maharani dan Pramono Anung menerima uang sebesar 500 ribu USD dari proyek KTP-el. Dia mengetahui hal tersebut setelah Made Oka Masagung dan Andi Narogong berkunjung ke rumahnya. 

Mereka memberitahukan kepada Novanto uang dari proyek KTP-el sudah di eksekusi kepada beberapa pihak di DPR RI. "Oka menyampaikan dia menyerahkan uang ke dewan, saya tanya 'wah untuk siapa?'. Disebutlah, tidak mengurangi rasa hormat, saya minta maaf, waktu itu ada Andi untuk Puan Maharani 500.000 dolar dan Pramono 500.000 dolar," ujar Novanto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis (22/3).

Baca Juga: Wakil Ketua KPK: Ada Keanehan dalam Keterangan Setnov

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement