REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Status tahanan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang masih berada di Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob di Kelapa Dua, Depok, mejadi sorotan lain setelah pengajuan kembali (PK) Ahok ditolak Mahkamah Agung (MA). Penahanan Ahok sebagai terpidana di Mako Brimob dianggap tidak tepat karena Ahok telah divonis dan harus dibina di lembaga pemasyarakatan (lapas atau LP).
Pengamat hukum pidana, Kaspudin Noor, mengkritisi pihak berwenang yang membiarkan Ahok tetap ditahan di Rutan Mako Brimob, bukan di lapas. Menurut Kaspudin, tidak ada dasar seorang narapidana atau terpidana yang sudah divonis bersalah dengan sejumlah masa tahanan, tetapi ditahan di rutan.
Seharusnya, kata dia, seorang napi ditahan di lapas, apa pun alasannya. "Kalau dia sudah berstatus narapidana, tapi tidak ditahan di lapas. Sampai masa waktunya yang sama dengan vonisnya habis tetap saja dia belum bisa dikatakan menjalani masa tahanan," kata Kaspudin kepada wartawan, Rabu (28/3).
Menurut mantan komisioner Komnas Komisi Kejaksaan ini, walaupun secara aturan tentang lembaga pemasyarakatan seharusnya terpidana ditaruh di lapas, tujuannya untuk dibina agar kembali diterima di masyarakat. Sedangkan, rutan itu tempat penahanan tersangka atau terdakwa sebelum putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
"Nah, Ahok ini sudah putusan tetap, statusnya narapidana, bahkan PK-nya ditolak. Harusnya ditaruh di lapas, bukan rutan. Mako Brimob itu apakah lapas? Silakan dicek," ujarnya.
Anggota Komisi Pengawas Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) ini mengingatkan, Ahok seharusnya segera dipindah ke lapas untuk menjalani syarat pembinaan kemasyarakatan. Karena, walaupun Ahok ditahan di rutan hingga lama waktu vonisnya habis, tetap saja ia tidak bisa dianggap menjalani masa tahanannya karena ia tidak menjalani proses pembinaan di lapas.
"Sampai berapa tahun pun kalau dia (Ahok) masih ditahan di rutan, artinya dia belum dibina dan belum memenuhi syarat pembinaannya. Kalau alasannya ada napi prioritas, itu tidak bisa jadi alasan. Karena ada asas hukum yang dilanggar, yakni equality before the law, semua orang sama di mata hukum, tak terkecuali napi Ahok," kata Kaspudin menegaskan.
Mahkamah Agung (MA) pada Senin (26/3) menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan Ahok. Ahok mengajukan PK atas kasus penistaan agama, yang memvonis dia bersalah dengan hukuman dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara.