Rabu 28 Mar 2018 17:08 WIB

Dishub Bekasi Pesimistis Realisasi Kereta Angin

Konsorsium swasta dikabarkan bubar karena nilai investasi yang sangat tinggi.

Aeromovel di TMII. (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Aeromovel di TMII. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI — Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Jawa Barat tampak pesimistis realisasi proyek operasional angkutan umum massal Aeromovel atau kereta angin di wilayah tersebut. Sebab, konsorsium swasta dari tiga kontraktor penggagasnya dikabarkan bubar. 

Kepala Bidang Lalu Lintas pada Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Johan Budi Gunawan, Rabu menyebutkan konsorsium dikabarkan bubar karena nilai investasi pembangunan transportasi massal ini sangat tinggi mencapai Rp 2 triliun. Menurut dia, Dishub Bekasi belum mendapat kejelasan dari tiga konsorsium swasta tersebut perihal kelanjutan proyek Aeromovel yang digagas sejak 2015.

"Aeromovel masih dalam tahap mencari pihak ketiga yang berminat membangunnya," katanya, Rabu (28/3).

Pemerintah Kota Bekasi awalnya menargetkan proyek yang digagas oleh PT PPP Indonesia, PT Cakar Bumi Intergritas dan PT Intiadi Dwi Mitra Sejati, ini akan dibangun pada 2017. Proyek ini dengan menyasar rute Kemang Pratama, Kecamatan Rawalumbu sampai Harapan Indah Bekasi, Kecamatan Medansatria dengan jarak 12 kilometer.

Lintasannya dibuat melayang di atas dengan ketinggian lima meter dengan jarak masing-masing tiang pancang sejauh 25 meter. Keberadaan transportasi ini diklaim bisa memangkas waktu perjalanan dari Kemang Pratama-Harapan Indah atau arah sebaliknya dari 45 menit menjadi 30 menit.

Kereta yang mampu mengangkut 300 penumpang ini sepenuhnya dibiayai oleh investor swasta. Keseriusan pemerintah terhadap transportasi ini kemudian dituangkan dalam Nota Kesepahaman (MoU) dengan pihak yang bersangkutan sejak 25 Maret 2015.

"Moda transportasi massal ini sebagai proyek kedua setelah di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur pada tahun 1988. Namun pembangunan Aeromovel saat ini akan lebih modern seperti yang sudah ada di negara Brazil," katanya.

Sistem kendali Aeromovel yang ada di TMII masih menggunakan magnet, sedangkan yang angkutan ini kontrolnya sudah menggunakan Radio Frequency Identification (RFID). Dengan demikian, dapat dikendalikan dari jarak jauh oleh petugas tanpa ada masinis yang mengemudikannya.

Johan menilai, pihak konsultan terlalu optimistis dalam memaparkan studi kelayakan atau Feasibility Study (FS) ke pemerintah daerah. Pihak konsultan menyebut dalam sehari jumlah penumpang yang bisa terangkut dengan aeromovel mencapai puluhan ribu orang. 

“Angka ini terlalu berlebihan, mengingat pola pergerakan masyarakat Kota Bekasi cenderung ke DKI Jakarta untuk bekerja. Sementara aeromovel merupakan transportasi yang menghubungkan wilayah utara dengan selatan di Kota Bekasi," katanya.

Johan kemudian mengembalikan FS tersebut ke pihak konsultan untuk direvisi untuk disesuaikan dengan realita yang ada di lapangan. "Terakhir informasi yang saya dapat ada investor dari Korea Selatan yang ingin membangunnya, tapi sekarang tidak ada kabarnya lagi," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement