REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia, pada Rabu (28/3), menuntut Inggris membuktikan bahwa dinas intelijennya tidak terlibat dalam aksi penyerangan Sergei Skripal. Sebab hingga saat ini belum ada bukti valid tentang keterlibatan Rusia dalam kejadian tersebut.
"Analisis atas semua keadaan membuat kita berpikir tentang kemungkinan keterlibatan di dalamnya (aksi peracunan) dari dinas intelijen Inggris," kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Rabu (28/3).
"Jika bukti yang meyakinkan untuk sebaliknya tidak disampaikan kepada pihak Rusia, kami akan mempertimbangkan bahwa kami berurusan dengan dengan upaya kehidupan warga negara kami sebagai akibat provokasi politik besar-besaran," kata Kementerian Luar Negeri Rusia menambahkan.
Kasus penyerangan Sergei Skripal (66 tahun) dan putrinya Yulia (33 tahun) telah memicu krisis diplomatik Inggris dengan Rusia. Skripal merupakan warga Inggris yang pernah menjadi agen intelijen militer Rusia. Ia dan putrinya diserang menggunakan agen saraf kelas militer bernama Novichok pada 4 Maret lalu. Informasi terakhir, Skripal dan putrinya masih dalam keadaan kritis.
Inggris menuding Rusia menjadi dalang aksi penyerangan Skripal. Tuduhan itu didasarkan pada fakta bahwa agen saraf Novichok pernah dikembangkan pada era Uni Soviet pada 1970-an. Rusia membantah tegas tudingan tersebut.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan negaranya tidak lagi memiliki senjata kimia. Semua senjata kimia milik Rusia, kata Putin, telah dihancurkan di bawah pengawasan organisasi internasional.