REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu penyebab laba PLN pada 2017 turun adalah karena adanya bahan baku listrik yang naik. Selain karena harga batu bara yang tinggi, bahan baku seperti bensin dan gas juga tidak mengalami penurunan harga. Hal ini membuat PLN menyiasatinya dengan melakukan berbagai efisiensi.
Direktur Keuangan PLN, Sarwono menjelaskan selama 2017, beberapa kondisi makro yang memengaruhi tarif tenaga listrik sesuai Permen ESDM No 18 Tahun 2017 yaitu Kurs Dollar Amerika, Indonesia Crude Price (lCP) dan/atau lnflasi mengalami kenaikan dibanding dengan acuan APBN. Ia mengatakan meski begitu PLN berhasil mempertahankan tarif serta mengendalikan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) di tengah perubahan asumsi makro, serta kenaikan harga gas dan batu bara tersebut.
"Efisiensi-efisiensi operasional PLN tersebut membantu keuangan PLN untuk tetap dalam kondisi sehat," ujar Sarwono di Kantor Pusat PLN, Rabu (28/3).
Salah satu langkah efisiensi yang dilakukan oleh PLN, Sarwono mengatakan, adalah melakukan zonasi pasokan. Untuk batu bara, Sarwono mengatakan zonasi pasokan batu bara ini bisa menekan ongkos distribusi dan sumber pasokan pembangkit lebih terjamin karena dekat dengan tambang.
"Ada juga zonasi transport, itu juga untuk menghemat. Dulu tidak kita lakukan, misal, pembangkit di Sumatra, mengambil juga dari Kaltim, tidak efisien. Semua kami lakukan," ujar Sarwono.
Ia mengatakan PLN tetap berharap pemerintah bisa mendukung kinerja PLN di tengah kebijakan menyediakan listrik untuk masyarakat. Sarwono menjelaskan dengan ditetapkan harga batu bara sebesar 70 dolar per barel bisa membuat PLN menjaga likuiditasnya.
"Semoga. Asal semua kondisi makro bagus. Faktor tarif yang paling dominan kan energi. Energi itu tidak hanya batu bara tetapi juga ada ICP, kurs. Kalau melihat kondisi sekarang ini rasanya sih tidak ada signifikan," ujar Sarwono.