REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terpidana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono belum menyelesaikan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 88,4 miliar. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Pusat, Kuntadi, mengungkapkan hal ini, Rabu (28/3).
"Atas kekurangan sisa kewajiban pembayaran tersebut, Kejari Jakarta Pusat berkomitmen terus mengejar dan mengambil tindakan tegas memaksa terpidana Samadikun Hartono untuk segera melunasi kewajibannya," katanya.
Salah satu upaya yang ditempuh adalah Kejari Jakarta Pusat telah berhasil mengambil alih dan memblokir aset-aset milik terpidana Samadikun Hartono berupa tanah seluas 1.260 meter persegi di Desa Cimacan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, dan tanah dan bangunan seluas 289 M2 di Jalan Jambu No 58 A RT 005/RW 02 Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat.
Apabila yang bersangkutan tidak segera melunasi maka aset-aset tersebut akan dijual dan hasil penjualan akan dipergunakan untuk menutupi kekurangan pembayaran uang pengganti. Pada saat ini Kejari Jakarta Pusat telah melakukan penaksiran harga aset terpidana Samadikun Hartono yang berhasil diblokir tersebut
Pada 20 Maret 2018, Samadikun Hartono kembali melakukan pembayar uang pengganti sebesar Rp 1 miliar melalui Kejari Jakarta Pusat. Sehingga, sampai saat ini total dirinya membayar uang pengganti sebesar Rp 81 miliar yang merupakan bagian dari kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 169.472.986.461,54.
Hal itu derdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 1969K/PID/2002 Tanggal 28 Mei 2003 atas nama Terpidana Samadikun Hartono. Samadikun Hartono ditangkap di Shanghai, Cina. Komisaris Utama Bank Modern itu divonis empat tahun penjara karena penyalahgunaan dana BLBI sebesar Rp 169,4 miliar.
Samdikun kabur sesaat setelah Mahkamah Agung (MA) memperkuat vonis itu. Dia ditetapkan sebagai buron Kejaksaan Agung sejak 28 Mei 2003.
Buron BLBI itu sempat melarikan diri ke sejumlah negara, di antaranya, Singapura. Dia juga disebut-sebut memiliki pabrik film di Cina dan Vietnam.
Pelarian Samadikun terhenti setelah ditangkap tim pemburu koruptor yang merupakan tim gabungan dari Kementerian Luar Negeri, Badan Intelijen Negara, Interpol, kepolisian, dan Kejaksaan Agung.