Kamis 29 Mar 2018 12:52 WIB

PTPN VII Garap Aset Tidur Jadi Lahan Bisnis

PTPN telah menggaet investor untuk berinvestasi di lahan PTPN VII di Teluk Nipah.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Dwi Murdaningsih
Plt. Dirut PTPN VII Muhammad Hanugroho memberikan penjelasan terhadap kondisi perusahaan BUMN perkebunan tersebut di Bandar Lampung, Rabu (28/3).
Foto: Republika/Mursalin Yasland
Plt. Dirut PTPN VII Muhammad Hanugroho memberikan penjelasan terhadap kondisi perusahaan BUMN perkebunan tersebut di Bandar Lampung, Rabu (28/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- PT Perkebunan Nusantara atau PTPN VII mulai menggarap potensi aset yang masih tidur menjadi lahan bisnis yang produktif. Potensi aset perusahaan perkebunan yang tersebar pada tiga provinsi di Sumatra tersebut dinilai dapat berkontribusi positif terhadap kinerja perusahaan yang sekarang sedang bangkit.

''Aset kita selama ini belum optimal. Maka kita lakukan KSO (kerja sama operasional)-kan. Kita tidak akan kemampuan untuk membiayai bisnis kita, seperti karet, sawit, teh,'' kata Pelaksana Tugas Dirut PTPN VII Muhammad Hanugroho  di Bandar Lampung, Rabu (29/3).

Tahap awal, ia mengatakan PTPN telah menggaet investor untuk berinvestasi di lahan PTPN VII di Teluk Nipah, Kabupaten Lampung Selatan. Kawasan tersebut, ungkap dia, menjanjikan untuk bisnis pariwisata, selain kondisi alamnya yang mendukung, juga jarak tempuh yang sangat mudah, menjadikan kawasan wisata pantai dan keindahan alam Teluk Nipah bisa berkembang maju.

Hanugroho mengatakan potensi lahan tidur PTPN VII lainnya yang ada di Lampung rencananya akan dikelola menjadi lahan bisnis misalnya residensial, atau hotel. Potensi bisnis tersebut, ujar dia, masih dalam kajian manajemen. Menurutnya, upaya membangkitkan usaha di lahan tidur milik perusahaan diharapkan mampu menghidupi roda perusahaan yang mulai bangkit.

Ia mengakui kondisi PTPN VII masih dalam level rendah hingga saat ini. Kondisi negatif tersebut terjadi pada bidang operasional, keuangan, dan human capital. Menurut Hanugroho, permasalahan dalam perusahaan perkebunan BUMN tersebut terungkap sejak tahun 2015 setelah dibentuk holding perusahaan BUMN sektor perkebunan.

Kondisi utang di PTPN VII mencapai Rp 10 triliun, sedangkan total aset yang dimiliki perusahaan tersebut mencapai Rp 12,4 triliun. Menurut dia, besarnya utang perusahaan tidak menjadikan semangat kendur. Perusahaan telah melakukan restrukturisasi utang sebanyak dua kali, memang belum menampakkan hal optimal.

Untuk mengatasi hal tersebut, ia menegaskan perlu dilakukan percepatan perbaikan pada sektor operasional, keuangan, dan human capital. ''Perlu dilakukan percepatan perbaikan, jangka pendek, menengah, panjang. Permasalahan cukup komplek, dilihat dari sisi operasional, keuangan, human capital. Tiga hal saling keterkaitan tidak bisa dipisahkan karena satu batang tubuh. Semuanya top urgen,'' papar Hanugroho yang baru bergabung dengan PTPN sejak tahun 2015.

Percepatan dan perbaikan di tiga sektor tersebut, menurut dia, dalam periode sejak Januari 2017 hingga saat ini sudah menunjukkan penampilan perusahaan yang baik meski belum optimal. Hal tersebut sebagai implikasi program yang sedang dilakukan. Menurut dia permasalahan di tubuh PTPN hampir sama yakni operasional, over invesment, dan manajemen keuangan yang tidak berimbang, maka perlu dilakukan restrukturisasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement