REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengangkat isu pentingnya meningkatkan keterlibatan perempuan dalam pasukan perdamaian PBB, dalam pidatonya di Debat Terbuka Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Acara bertajuk "Collective Action to Improve UN Peacekeeping Operations itu berlangsung di Markas Besar PBB, New York, Rabu (28/3).
Menurut Menlu Retno, perempuan lebih mudah memenangkan hati dan pikiran masyarakat lokal. Perempuan lebih efektif dalam melindungi masyarakat sipil dari eksploitasi seksual dan tindakan kekerasan.
"Jumlah peacekeepers [penjaga perdamaian] perempuan dalam misi Pemeliharaan Keamanan PBB harus ditingkatkan, mengingat lebih mudah bagi perempuan untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat lokal dan lebih efektif dalam melindungi masyarakat sipil dari eksplotasi seksual dan tindakan kekerasan, ujar Retno dalam pernyataan resmi yang diterima Republika.co.id, Kamis (29/3).
Retno juga menekankan pentingnya membuat terobosan baru dalam memastikan keamanan dan keselamatan pasukan penjaga perdamaian di lapangan. "Pasukan Keamanan PBB tidak bisa lagi bekerja seperti biasa, penjaga perdamaian harus memiliki kemampuan baik, perlengkapan baik, dan sumber daya yang mencukupi," kata Retno.
Ia menekankan perlunya pengembangan kapasitas yang disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Ia juga mendorong inovasi dalam pembelian peralatan untuk misi Pemeliharaan Perdamaian PBB, termasuk pengunaan industri strategis dari negara berkembang. Retno kemudian menegaskan pentingnya meningkatkan kemitraan dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk dengan organisasi regional.
Debat Terbuka yang diselenggarakan di bawah presidensi Belanda di DK PBB ini dipimpin oleh Perdana Menteri Belanda dan Sekjen PBB. Tercatat ada 13 pejabat setingkat Menteri serta 69 negara anggota PBB yang ikut serta dalam debat terbuka ini.
Tema Debat Terbuka yang diusung Belanda itu dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya jumlah penjaga perdamaian PBB yang menjadi korban berbagai serangan. Tercatat ada 57 korban selama 2017, dan merupakan jumlah terbesar selama dua dekade ini.