REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan perlunya partisipasi masyarakat dalam mengawal temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI yang mengungkap bahwa ada 27 merek produk ikan makarel kaleng berparasit cacing. Peneliti YLKI, Sularsi, mengatakan, konsumen punya hak untuk mendapatkan makanan yang aman. Meskipun hal tersebut menjadi tanggung jawab BPOM, masyarakat juga perlu berpartisipasi.
"BPOM kan sudah memberikan public warning. Sekarang yang perlu dilakukan dan partisipasi masyarakat adalah konsumen patut ikut serta melakukan pengawasan terkait 27 produk. Kalau menemukan di pasaran, segera melaporkan kepada ritel dan BPOM untuk segera dilakukan penarikan," ujar Sularsi, Kamis (29/3).
YLKI menegaskan, 27 merek makarel tersebut segera ditarik dan dimusnakah. Jangan sampai masyarakat telanjur membeli dan mengonsumsi karena parasit ini memiliki risiko kesehatan.
Berdasarkan informasi dari BPOM, ikan makarel yang mengandung cacing berasal dari perairan Cina. Untuk itu, pemerintah harus meneliti lebih lanjut ikan-ikan yang berasal dari perairan tersebut.
"Tuntutan untuk konsumen yang paling penting adalah bahan baku dari mana. Itu patut disebutkan dalam labelnya. Kalau di negara lain sudah disebutkan bahan baku dari mana," katanya.
Sebelumnya, BPOM telah melakukan sampling dan pengujian terhadap 541 sampel ikan dalam kemasan kaleng yang terdiri atas 66 merek. Hasilnya, terdapat 27 merek positif mengandung parasit cacing, terdiri atas 16 merek produk impor dan 11 merek produk dalam negeri.
Sampai dengan 28 Maret 2018, hasil pengujian menunjukkan produk yang mengandung parasit cacing didominasi oleh produk impor. Sementara, produk dalam negeri terpapar parasit cacing karena bahan bakunya juga berasal dari luar negeri.
Menindaklanjuti temuan tersebut, BPOM telah memerintahkan kepada importir dan produsen untuk menarik produk yang terindikasi parasit dari peredaran lalu melakukan pemusnahan. Selain itu, 16 merek produk impor sementara waktu akan dilarang untuk masuk ke dalam wilayah Indonesia. Sedangkan, 11 merek produk dalam negeri proses produksinya dihentikan sampai audit komprehensif selesai dilakukan.