REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Irene Putri mengungkapkan, pada persidangan terdakwa kasus dugaan korupsi KTP-el Setya Novanto terungkap metode baru pengaliran uang hasil kejahatan. Metode yang tidak melalui sistem perbankan nasional dan dapat terhindar dari deteksi.
"Di persidangan ini pun dibeberkan fakta, metode-metode baru untuk mengalirkan uang hasil kejahatan dari luar negeri tanpa melalui sistem perbankan nasional," ungkap Irene dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (29/3).
Dengan menggunakan metode tersebut, kata dia, pengawas otoritas keuangan di Indonesia tak dapat mendeteksinya. Karena itu, menurut JPU, kasus korupsi ini merupakan korupsi yang bercita rasa tindak pidana pencucian uang.
Irene mengatakan, perjalanan uang hasil tindak pidana korupsi ini kian berliku. Uang tersebut setidaknya melintasi enam negara, yaitu Indonesia, Amerika Serikat, Mauritius, India, Singapura, dan Hong Kong.
"Tidak mengherankan jika perjalanannya uang haram dalam perkara ini harus sedemikian berliku melintasi enam negara," tuturnya.
Selain itu, ungkapnya, beberapa hal lain yang membuat perkara ini menarik perhatian publik tak lain karena objek perkaranya. Objek perkara ini menyangkut hak asasi setiap warga negara Indonesia, yaitu identitas diri.
Dengan mata telanjang, jelasnya. kini dapat terlihat tujuan penerapan KTP-el belum tercapai. Hal itu terjadi lantaran perencanaan dan pembahasan anggaran dicampuri dengan kepentingan bisnis dari pengusaha dan anggota DPR.
"Anggota DPR yang menggunakan pengaruh politiknya mengintervensi proses penganggaran dan pengadaan barang atau jasa. Inilah yang disebut political corruption," kata dia.