Kamis 29 Mar 2018 14:14 WIB

Hadapi Gugatan HTI, Pemerintah Hadirkan Ahli Tata Negara

Zudan menjelaskan terkait keputusan pejabat tata usaha negara serta kewenangannya

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakrullah menjadi saksi dalam sidang gugatan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di PTUN Jakarta, Kamis (29/3).
Foto: Istimewa
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakrullah menjadi saksi dalam sidang gugatan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di PTUN Jakarta, Kamis (29/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Status badan hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah dicabut melalui surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, tertanggal 19 Juli 2017. Pencabutan badan hukum HTI ini merupakan konsekuensi dari terbitnya Perppu No. 2 Tahun 2017 (Perppu Ormas) yang pada tanggal 24 Oktober tahun 2017.

Para pengurus HTI lewat Seketaris Umum sekaligus Jubir Perkumpulan HTI Ismail Yusanto kemudian mengambil langkah-langkah hukum (due process of law), untuk mengajukan Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Perlawanan HTI pun nampaknya tidak main-main, dengan menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukumnya.

Pada rangkaian persidangan yang sudah berlangsung, pemerintah selaku tergugat pun menghadirkan para ahli hukum tata negara sebagai saksi ahli. Di dalam persidangan lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari pihak tergugat, ahli hukum administrasi negara Zudan Arif Fakrullah yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.

Zudan hadir dalam kapasitasnya selaku ahli hukum administrasi negara, sebagai salah satu penyusun Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. "Saya salah satu penyusun Undang-undang Administrasi Pemerintahan,” kata Zudan di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta, Kamis (29/3).

Dalam sidang tersebut Zudan menjelaskan hal-hal terkait keputusan pejabat tata usaha negara serta kewenangan pejabat secara umum, yang secara tidak langsung menggambarkan legalitas pemerintah melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mencabut status badan hukum HTI. Ia juga menjelaskan terkait konsekuensi yang harus diterima oleh sebuah institusi jika status badan hukumnya dicabut.

"Ketika sudah ditandatangani penetapan pencabutan badan hukumnya oleh pejabat tata usaha negara yang berwenang, maka baju atau status badan hukum suatu organisasi sudah terlepas dan yang tersisa hanya lah anggota-anggota atau mantan anggota badan hukum tersebut," ujarnya.

Di dalam persidangan selain keterangan dari para ahli, pihak tergugat dalam hal ini pemerintah juga membeberkan alasan kuat pencabutan status hukum HTI karena kegiatan HTI bertentangan dengan ideologi negara Pancasila, serya mengancam

kedaulatan NKRI. Karena HTI bermaksud mendirikan Negara Trans-Nasional Islam dan menyebarluaskan system serta paham khilafah yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Pihak tergugat pun menyodorkan bukti-bukti berupa dokumen, video, artikel, buku, bulletin, dilengkapi dengan keterangan Ahli dan Saksi Fakta di dalam persidangan.

Berdasarkan bukti-bukti tersebut, pemerintah beranggapan bahwa HTI  menentang sistem demokrasi Pancasila dan berkeinginan untuk menghancurkan sekat-sekat nasionalisme. Dengan adanya pencabutan status Badan Hukum Perkumpulan HTI, dan berdasarkan Pasal 80A Perppu No. 2 Tahun 2017, maka Perkumpulan HTI dinyatakan bubar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement